Latest News

RIYA’ DAN NIFAQ

RIYA’ DAN NIFAQ
Manusia sebagai makhluk Tuhan telah dianugerahi berbagai nikmat sehingga hal itu mengharuskan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Caranya bersyukur adalah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, yang diwujudkan dalam beberapa akhlak terpuji terhadap-Nya.
Kebalikannya adalah akhlak tercela (akhlakul madzmumah), yaitu perbuatan yang menyimpang dari ajaran Allah Swt yang nantinya akan berdampak negatif, baik bagi pelaku maupun bagi orang lain. Diantara akhlak madzmumah adalah riya’ dan nifaq.
1.    Riya’
Riya’ dalam bahasa Arab artinya memperlihatkan atau memamerkan, secara istilah riya’yaitu memperlihatkan sesuatu kepada orang lain, baik barang maupun perbuatan baik yang dilakukan, dengan maksud agar orang lain dapat melihatnya dan akhirnya memujinya.     Hal yang sepadan dengan riya’ adalah sum’ah yaitu berbuat kebaikan agar kebaikan itu didengar orang lain dan dipujinya, walaupun kebaikan itu berupa amal ibadah kepada Allah Swt. Orang yang sum’ah dengan perbuatan baiknya, berarti ingin mendengar pujian orang lain terhadap kebaikan yang ia lakukan. Dengan adanya pujian tersebut, akhirnya masyhurlah nama baiknya di lingkungan masyarakat.
Dengan demikian orang yang riya’ berarti juga sum’ah, yakni ingin memperoleh pujian dari orang lain atas kebaikan yang dilakukan. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ وَمَنْ يُرَاءِ يُرَاءِ اللهُ بِهِ ( رواه البخاري)
Artinya:” Barang siapa (berbuat baik) karena ingin didengar oleh orang lain (sum’ah), maka Allah akan memperdengarkan kejelekannya kepada yang lain. Dan barang siapa (berbuat baik) karena ingin dilihat oleh orang lain (riya’), maka Allah  akan memperlihatkan kejelekannya kepada yang lain.” ( H.R Bukhari).
Allah juga berfirman dalam surat An-Nisa ayat 142  :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللهَ إِلاَّ قَلِيلاً
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (Q.S. 4 An Nisaa' 142)
Alangkah meruginya orang-orang yang bersifat riya’ dan sum’ah, karena mereka bersusah payah mengeluarkan tenaga, harta dan meluangkan waktu, tetapi Allah tidak menerima sedikit pun amal ibadah mereka,bahkan adzab yang mereka terima sebagai balasannya.
Firman Allah Swt :
لاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَواْ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُواْ بِمَا لَمْ يَفْعَلُواْ فَلاَ تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya: “Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (Q.S. 3 Ali 'Imran 188)
Sabda Rasulullah Saw:
لاَيَقْبَلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَمَلاً فِيْهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ رِيَاءٍ ( الحديث)
Artinya: “Allah tidak akan menerima amal yang terdapat unsur riya’ di dalamnya walaupun riya’  itu hanya sebesar dzarrah” ( Al-Hadits)
Allah memberikan ancaman bagi pelaku riya’ termasuk ketika melaksanakan ibadah shalat. Orang yang melakukan perbuatan riya’ diancam sebagai pendusta Agama Islam ini, bahkan diancam dengan satu sangsi yaitu neraka Wail. Allah berfirman dalam q.s al-Maun: 4-6, yaitu:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (QS. 107:4)
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. (QS. 107:5)
orang-orang yang berbuat riya”. (QS. alMaun 107:6)

Contoh-contoh perbuatan riya’ misalnya adalah:
a.    Sifat –sifat yang melekat pada diri seseorang, seperti suka melekatkan  sifat-sifat mulia pada diri sendiri. Hal-hal yang cenderung dipamerkan itu misalnya keelokan dirinya, pakaian atau perhiasan,  jabatan di tempat kerja, dan status sosial lainnya.
b.    Seseorang menyantuni anak yatim dihadapan banyak orang dengan maksud agar ditayangkan di TV atau radio.

Adapun akibat buruk riya’, antara lain sebagai berikut
       a. Menghapus pahala amal baik, ( Q.S. Al-Baqarah ayat 264)
       b. Mendapat dosa besar karena riya’ termasuk perbuatan Syirik kecil.
           Sabda Rasulullah Saw:
   اِنَّ اَخْوَفَ مَااَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ اْلاَصْغَرُ قَالُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ
وَمَا الشِّرْكُ اْلاَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ (رواه أحمد)
  Artinya:” Sesungguhnya perkara paling aku khawatirkan dari beberapa hal yang aku khawatirkan adalah syirik kecil. Sahabat bertanya, “ Apa syirik kecil itu, ya Rasulullah?”  Beliau  menjawab, “Riya’” ( H.R  Ahmad)
c.     Tidak selamat dari bahaya kekafiran karena riya’ sangat dekat hubungannya dengan sikap kafir. (Q.S Al-Baqarah ayat 264).
2.    Nifaq
Kata nifaq berasal dari kata: nafiqa alyarbu’, artinya  lobang  hewan sejenis tikus. Lobang ini ada dua, ia bisa masuk ke lobang satu kemudian keluar lewat lobang yang lain. Demikianlah gambaran keadaan orang-orang munafik, satu sisi menampakkan Islamnya, tetapi di sisi lain ia amat kafir dan menentang kepentingan Agama Islam.
Nifaq adalah perbuatan menyembunyikan kekafiran dalam hatinya dan menampakkan keimanannya dengan ucapan dan  tindakan. Perilaku seperti ini pada hakikatnya adalah ketidaksesuaian antara keyakinan,  perkataan, dan perbuatan. Atau dengan kata lain, tindakan yang selalu dilakukan adalah kebohongan, baik terhadap hati nuraninya, terhadap Allah Swt maupun sesama manusia. Pelaku perbuatan nifaq di sebut munafik. Firman Allah Swt.
وَإِذَا لَقُواْ الَّذِيْنَ اٰمَنُواْ قَالُواْ اٰمَنَّا وَإِذَا خَلَواْ إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُواْ إِنَّا مَعَكْمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Artinya:”Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:  "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-setan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". (Q.S. 2 Al Baqarah 14)

MADRASAH KITA



Madrasah Kita
(Sebuah argumentasi awal untuk mengajak berdiskusi)
Oleh: Muhammad Helmi Aminudin*

*Guru MTsN 1 Tasikmalaya
Berawal dari sebuah berita undangan kepada guru madrasah untuk mengikuti tes kelayakan untuk menjadi kepala madrasah, yang beritanya begitu booming di berbagai grup  Whats app yang saya ikuti, ternyata peminatnya pun begitu banyak, dari berbagai kalangan baik guru ASN yang mengajar di Negeri maupun di Swasta. Melihat fenomena ini ada sebuah kegalauan yang begitu besar di hati ini melihat begitu banyak peminat untuk menjadi seorang leader, kegalauan ini entah berdasar atau tidak karena bagi saya pribadi sejak bangku Madrasah Ibtidaiyah Sampai dengan Madrasah Aliyah, dari Marhalah Idadiyah sampai Marhalah Mutaqoddimah, tidak pernah satu orang pun dari guru baik di sekolah ataupun di Pesantren mengajarkan untuk mengejar sebuah kursi jabatan, bahkan Almagfurlah guru besar saya KH Wahab Muhsin dan KH Syihabudin Muhsin, mewanti wanti, bahwa jabatan adalah sebuah amanat dan sebuah beban yang harus dipertanggungjawabkan. Hampir semua guru saya mencontohkan kepada situasi Syaidina Abu Bakar RA, ketika berbicara tentang masalah kepemimpinan, dimana Beliau sama sekali tidak mengharapkan menjadi seorang Khalifah walaupun semua umat islam baik Muhajirin ataupun Ansor sepakat bahwa Beliau lah yang paling layak mengisi posisi Khalifah, sampai sampai pada Waktu itu para pembesar Muhajirin dan Ansor Seperti Saad bin Muadz dkk mengundurkan diri dan berjanji setia kepada Syaidina Abu Bakar. Namun apa yang pertama kali diucapkan oleh Syaidina Abu Bakar, Beliau mengucapkan Innalilahi wa Inna Ilaihi Rojiun.

Perlu diketahui bahwa Ucapan Innalilahi wa Inna Ilaihi Rojiun dalam Islam seperti yang dicontohkan oleh Rasululah saw adalah untuk merespon kejadian berupa Musibah. Dalam tafsir Jalalain pernah diriwayatkan di rumah Rasululah saw lilin yang dipakai untuk penerangan rumah Beliau padam, lalu Rasululah saw mengucapkan Innalilahi wa Inna Ilaihi Rojiun, kemudian Siti Aisyah bertanya “Wahai rasulullah, ini hanya lilin yang padam”, lalu Rasul pun menjawab bahwa “segala sesuatu yang tidak mengenakan bagi seorang muslim itu adalah musibah”

Jadi berkaca dari dua hal tadi, bahwa Syaidina Abu Bakar mengucapkan Innalilahi wa Inna Ilaihi Rojiun. Yang mana ucapan ini seperti yang Rasul sampaikan adalah ucapan untuk merespon sebuah musibah,, maka dapat disimpulkan bahwa menurut Abu Bakar, sebuah tugas kepemimpinan adalah sebuah musibah karena di dalamnya ada sebuah tanggung jawab yang harus diemban, baik di dunia maupun di akherat. Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.

Kembali lagi pada madrasah, memang studi kelayakan untuk menjadi seorang kepala madrasah penting untuk dilakukan, dengan harapan tentunya akan menghasilkan seorang pemimpin yang layak dan kompeten, baik dari segi leadership maupun administrasi. Hasil yang didapatkan  dari fit and propper test  tersebut diharapkan bukan hanya cakap secara administrasi, sehingga bisa menghasilkan seorang pemimpin, bukan menghasilkan seorang pimpinan.

Mengutip dari situs Kubik Leadership perbedaan antara Pemimpin dan Pimpinan adalah
1.      Pimpinan bergantung pada otoritas dalam menggerakan anak buahnya, sememtara Pemimpin  bergantung pada niat baik untuk kebaikan bersama.
2.      Pimpinan  menuntut hasil dan lepas tangan, sementara Pemimpin menunjukan jalan dan mengambil tanggung jawab atas prosesnya.
3.      Pimpinan dipatuhi karena rasa takut, sementara Pemimpin dipatuhi atas dasar kerelaan hati.
4.      Dalam mencapai tujuan bersama, Pimpinan menguras energi anak buahnya, sementasra Pemimpin menjadi sumber energi.
5.      Pimpinan memerintah, sementara Pemimpin mengajak.

Jadi jelas untuk menajdi seorang pemimpin bukan hanya mempunyai kecakapan secara administrasi, namun juga harus mempunyai empati kepada bawahannya, dipercayai bawahannya, bisa memberikan energi positif kepada anak buahnya, dan dapat menjadi koordinator yang baik dalam organisasi yang dia pimpin. Lalu ketika sebuah jabatan ditenderkan, maka disadari atau tidak maka pemenang dari tender harus memuaskan hati dari pemberi tender, karena jika pemberi tender tidak puas maka jabatan bisa diberikan kepada orang lain yang menawarkan paket yang lebih menarik bagi pemberi tender. 

Wallohu alam bissawab...


Madrasahku 2

Menemani malam jumat ini, 13 Peruari 2020 mari kembali kita belajar menulis dan sedikit melanjutkan belajar berargumen menyambung dari tulisan yang sudah tayang pada episode sebelumnya, yang berjudul Madrasahku….

Apabila sebagian pembaca menilai bahwa tulisan yang saya bawakan bersifat tendensius, ya saya jawab benar, namun perlu diingat, bahwa arti tendensius tidak selalu bermakna negatif, karena menurut KBBI tendensius mempunyai beberapa arti 1) keberpihakan 2) suka menyusahkan. Saya sendiri lebih memilih arti kata tendensius sebagai keberpihakan pada kebenaran. Ataupun jika mau maka makna yang kedua, mari kita takwil sebagai suka menyusahkan orang yang ingin berbuat tidak berpihak pada kebenaran.

Baiklahlah kita lanjutkan tulisan ini agar tidak melantur kemana-mana.

Pernah suatu ketika, Syaidina Ali RA diberikan pertanyaan oleh pengikutnya, karena melihat kondisi di masa pemerintahan beliau sudah mulai timbul bibit perpecahan dan permusuhan di antara umat islam, juga terjadi dekadensi dari segi moral dari umat islam. Penanya tersebut membandingkan dengan priode kekhilafahan Syaidina Abu Bakar RA.

Jawaban Syaidina Ali RA yang legendaris sampai hari ini adalah “ Singa tidak akan memimpin kawanan tikus”. Dengan jawaban tersebut seakan Syaidina Ali mengonfirmasi bahwa untuk mendapatkan seorang pemimpin yang baik harus dimulai dengan memperbaiki kondisi lingkungannya, dengan kondisi yang baik maka akan melahirkan pimpinan yang baik pula. Dengan perkataan lain, pimpinan adalah representasi dari kondisi lingkungannya.

Menyambung dengan tulisan pertama, untuk melahirkan seorang pimpinan yang baik dan menjadi panutan di madrasah, maka sebagai warga madrasah kita harus bisa bermuhasabah sudah pantaskah kita mendapatkan pimpinan yang baik ketika kita sendiri hanya sibuk memprotes telatnya insentif ataupun TPG, namun kita lupa kewajiban kita sebagai pendidik yang bertugas memberikan pengalaman belajar pada siswanya dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada meraka.

Mbah Moen, dalam sebuah Qoutes yang dikenal, beliau mengatakan “jadi guru itu ndak usah niat bikin pintar orang, nanti kamu jadi marah kalau muridmu gak pintar, ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik”.

Dari Qoutes Mbah Moen ini jelas sudah mulai pudar di pendidik hari ini, kalau dulu beliau melarang guru untuk memaksa siswa supaya mengerti dan pintar, dengan tujuan supaya terpelihara nilai keikhlasan, maka hari ini semangat untuk “memintarkan” anak pun sudah mulai hilang dengan selalu tiap bulan isu TPG, ULP, dan tukin yang menjadi bahasan. Sudah hilang perbincangan yang terlarang menurut Mbah Moen ketika guru membicarakan siswanya yang susah mengerti, telat paham dan lain sebagainya, berganti dengan TPG dan tukin. Jadi sudah dapat ditebak, jangankan berbicara keikhlasan dalam mengajar tentang HIRSUN memintarkan anak pun sudah tiada.

Padahal mengutip perkataan ketua MUI Kab Tasikmalaya, KH Ii Abdul Basith, dalam berbagai kesempatan beliau selalu memotivasi guru dengan perumpaan sebagai selebritas langit. Karena mereka nanti akan dipanggil oleh para Malaikat. Adakah motivasi yang lebih baik daripada itu?

Akhir kata, harus ada sinergitas yang baik di semua stekholder madrasah, mengembalikan lagi spirit pendidik, dan ingat pendidik adalah pekerjaan yang mulia, supaya dari madrsah lahir pemimpin yang diharapkan, namun jika mentalitas belum berubah maka jangan diharap akan menghasilkan pimpinan yang baik.


KETELADANAN UMAR BIN ABDUL AZIZ BAGI PEMIMPIN ZAMAN MILENIAL

KETELADANAN UMAR BIN ABDUL AZIZ BAGI PEMIMPIN ZAMAN MILENIAL
Oleh : H. Oo Hanapiah, M.Ag
Kabag. Akademik IAILM Suryalaya



Umar bin Abdul Aziz lahir di Madinah pada tahun ke 63 Hijriah atau 682 Masehi. Beliau adalah Khalifah ke – 8 dari Dinasti Umayyah. Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai khalifah yang bijaksana, adil dan jujur. Beliau sangat kuat dan teguh dalam mengamalkan ajaran Islam, baik ketika beliau sebagai rakyat biasa, maupun ketika beliau sebagai pejabat negara. Beliau pernah dipecat dari jabatan gubernur Hejaz di Madinah, karena berbeda pendapat dengan Walid bin Abdul Malik, Kalifah ke-6 Dinasti Ummayyah. Namun, ketika khalifah ke-7 berkuasa, yakni Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi sekretaris (al-Katib). Nama lengkapnya adalah Umar bin Abdul Azis bin Marwan bin Hakam bin Harb bin Umayyah. Ayahnya, Abdul Azis, pernah menjadi gubernur di Mesir selama beberapa tahun. Ia masih merupakan keturunan Umar bin Al-Khathab melalui ibunya, Lailah Ummu Ashim binti Ashim bin Umar bin Al-Khathab.Ketika kecil, Umar bin Abdul Azis sering berkunjung ke rumah paman ibunya, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab. Setiap kali pulang, ia selalu mengatakan kepada ibunya bahwa ia ingin seperti kakeknya. Ibunya menerangkan bahwa kelak ia akan hidup seperti kakeknya itu. Seorang ulama yang wara'.Umar menghabiskan sebagian besar hidupnya di Madinah. Ketika ayahnya, Abdul Azis wafat, Khalifah Abdul Malik bin Marwan menyuruhnya ke Damaskus dan menikahkan dengan putrinya, Fathimah. Pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Azis diangkat menjadi gubernur Hijaz. Ketika itu usianya baru 24 tahun. Saat Masjid Nabawi dibongkar untuk direnovasi, Umar bin Abdul Azis dipercaya sebagai pengawas pelaksana.Langkahnya yang bisa dicontoh oleh para pemimpin saat ini adalah membentuk sebuah Dewan Penasihat yang beranggotakan sekitar 10 ulama terkemuka saat itu. Bersama merekalah Umar mendiskusikan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Ketika Sulaiman wafat, Umar dipercaya menggantikannya menjadi khalifah. Walaupun Umar memerintahhanya dua setengah tahun, namun banyak kemajuan yang dicapai, terutama membangun kehidupan masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera. Nama Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai khalifah yang jujur. Beliau memberi teladan kepada seluruh pegawai negara agar berlaku jujurdan tidak melakukan korupsi. Beliau tidak mau menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Kejujuran khalifah Umar bin Abdul Aziz dikisahkan bahwa pada suatu malam, ketika Umar bin Abdul Aziz bekerja di kantornya, tiba-tiba datang putranya untuk keperluan keluarga, saat itu pula, beliau memadamkan lampu minyak yang beliau gunakan sebagai penerang. Melihat ayahnya memadamkan lampu, putranya heran dan bertanya. “ Mengapa lampu itu ayah padamkan ?” Umar menjawab “ lampu dan minyak dibeli dengan menggunakan uang negara yang berarti pula uang rakyat, sedangkan kita membicarakan masalah keluarga, jadi tidak baik menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan keluarga.” Mendengar jawaban Umar, putranya sangat kagum akan kejujuran ayahnya itu. Memang Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai khalifah yang adil dalam memutuskan suatu perkara. Pada masa pemerintahannya, beliau menetapkan beberapa syarat bagi posisi hakim. Menurutnya, dalam menyelesaikan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan keputusan pada Al-Quran, Al-Hadits, Ijmak, dan Ijtihad. Oleh karena itu, beliau menetapkan lima syarat yang harus dimiliki oleh hakim, yaitu ; ilmu pengetahuan tentang sejarah, sifat antitamak, jiwa penyantun, sifat bekerja sama dengan para cendikiawan, dan kebebasan intervensi dari pengaruh penguasa manapun.  Demikianlah gambaran teladan pemimpin yang harus dimiliki oleh para pemimpin bangsa Indonesia, baik  presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pusat maupun daerah serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

BANGGA MENJADI GURU IPS


BANGGA MENJADI GURU IPS
Ai Riani Sofah, S.Pd*


*(Guru MTsN 2 Tasikmalaya)
     Siapa bilang menjadi guru IPS tidak berbobot, kurang bergengsi, atau  tidak keren? Siapa bilang mengajar IPS itu sangat mudah dan cetek? Siapa bilang belajar IPS hapalan melulu?

        Ungkapan  di atas merupakan sebagian cibiran miring dari orang-orang  nyinyir  yang menganggap  dirinya  superior dengan bidang ilmunya dengan merendahkan bidang ilmu lain.  Arogansi  keilmuan ini tidak membuat saya rendah diri (imperior), emang gue pikirin (EGP).  Malah sebaliknya, saya merasa bersyukur, bangga dan puas menjadi guru IPS tanpa harus membanding-bandingkan  dengan  bidang ilmu lainnya apalagi merendahkannya, mengapa?

Pertama,  bagi saya mengajar IPS adalah mengajarakan tentang kehidupan manusia hubungannya dengan sesama manuasia dan lingkungannya. Maksudnya, belajar IPS tidak semata-mata menghapalkan peristiwa, waktu, dan orang-orang terdahulu, tetapi lebih dari itu, ilmu ini mengajarkan peserta didik agar bijak menghadapi fenomena kehidupan. Mereka dapat mengambil pembelajaran  dan nilai- nilai kebaikan (hikmah) sebagai bekal hidup bermasyarakat. Di samping itu, ilmu ini membekali  mereka agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar  sehingga dapat memberi manfaat bagi kehidupan.

Kedua, mengajar IPS  dapat mendatangkan kepuasan jiwa dan kesenangan. Celotehan, tawa, keluguan anak baru gede (ABG), membuat saya tersenyum sekaligus dapat mencairkan kebekuan dan kekakuan hubungan saya dan murid-murid. Sapaan hangat, cium tangan dan sambutan riang di depan kelas dengan wajah ceria kerap menghiasai  hari-hariku. Saya merasa senang jika mereka -dengan tidak  meraca canggung menyampaikan perasalahan yang mereka hadapi, dan saya pun siap menjadi pendengar setia bagi mereka. Ketika saya berulang tahun, murid-muridku mengucapkan selamat sejahtera dan mendoakan kebaikan dengan memberi kado dan kue ultahnya. Kebahagiaan seorang guru, apabila  di antara murid-muridnya ada berhasil melebihi gurunya.

Ketiga, mengajar adalah melatih kesabaran. Saya pun manusia biasa yang terkadang tidak dapat mengendalikan  perasaan  dan emosi. Terkadang saya mengeluh ketika murid-murid saya tidak mau belajar  setelah berkali-kali diperingatkan. Di samping itu, saya juga  suka merasa jengkel jika mereka tidak mengerjakan PR, membuat kegaduhan  dan menggangu teman-temanya di kelas.  Masih ditemukan mereka datang terlambat, minggat atau sering tidak masuk kelas tanpa alasan yang jelas. Cara berpakaian dan berpenampilan mereka  yang tidak selayaknya anak sekolah terkadang membuat saya bosan menegurnya. Tetapi, saya yakin bahwa inilah ladang amal saleh dan bentuk pengabdian diri kepada AllAh SWT. Saya menyadari bahwa menanamkan pembiasaan yang baik itu perlu proses dan membutuhkan keikhlasan, kesungguhan dan kesabaran.

            Keempat,  mengajar bagi saya adalah suatu upaya untuk membelajarkan dan berpikir kritis. Saya banggga ketika  peserta didik dapat belajar dengan caranya sendiri dari berbagai sumber tanpa harus disuruh. Mereka juga didorong untuk dapat berpikir kritis sesuai dengan perkembangan kognitifnya.  Mereka senang apabila pembelajaran selalu dikaitkan dengan kontek kehidupan nyata.  Untuk itu, saya selalu mendorong mendorong mereka untuk belajar dengan menggunakan berbagai sumber informasi, tidak terbatas pada buku paket yang biasa digunakan di kelas. Demikian pula, supaya mereka terbiasa berpikir kritis, saya memberi pertanyaan dan soal-soal yang menantang pada lembar kerja. Di samping itu mereka didorong untuk berpikir mendalam tentang topik tertentu;   Mereka selalu didorong untuk berpikir kritis dan mampu menemukan jawaban berdasarkan pengalaman dan hasil refleksinya.

Kelima, mengajar IPS bagi saya, memengaruhi dan menginspirasi. Sejatinya, kata-kata, sikap, tindakan dan penampilan guru menjadi model bagi murid-muridnya. Semua yang nampak pada diri guru merupakan pendidikan yang tidak direncanakan secara langsung bagi murid, atau dalam istilah pendidikan disebut kurikulum tersembunyi (hidden curriculum).  Untuk itu, saya selalu menjaga diri dengan cara menjaga kata, sikap dan penampilan saya di kelas dan di luar kelas. Semua demi kelangsungan pendidikan murid-murid saya. 

Secara kebetulan,  di dalam angkutan kota ketika saya pergi berbelanja, saya bertemu dengan seorang mahasiswi tingkat akhir pada sebuah perguruan tinggi terkemuka di Bandung. Dia mengaku alumni sekolah tempat saya mengajar  10 tahun lalu. Lama tidak bertemu, saya pun lupa namanya, tapi wajahnya masih familiar. Sedikit bernostalgia, katanya dulu dia pernah ngefan atau mengidolakan saya sebagai guru favoritnya. Selanjutnya, dia mengatakan bahwa dirinya terinspirasi dengan gaya mengajar saya yang menggairahkan dan menyenangkan.  Bahkan, dia dulu bercita-cita ingin menjadi guru  seperti saya.  Alhamdulillah, dia sekarang sudah mengajar di sekolah di daerah kelahirannya, mengajar IPS juga.

Alhasil, saya bersyukur kepada Tuhan Yang maha Kuasa dan bangga menjadi guru sebagai sebuah karunia yang tak terhingga. Sebagai profesi yang mulia, guru bukan hanya bertanggungjawab mengajar, membimbing dan mendidik   tetapi lebih jauh, guru menyiapkan generasi masa depan bangsa yang bermutu. Oleh karena itu, tidak ada alasan menjadi guru IPS harus rendah diri. Wallahu’alam

MENAKLUKAN HEWAN BUAS

Menaklukan Hewan Buas

Oleh: Muhammad Helmi Aminudin*

*Pengajar di MTsN 1 Tasikmalaya
Dalam masyrakat Arab jauh sebelum kedatangan Islam telah mengenal budaya berburu dengan menggunakan binatang buas seperti anjing, elang, bahkan cheetah. Tujuan dari kegiatan tersebut ada banyak ada yang murni untuk berburu, ada untuk pertandingan, dan ada pula sebagai kesenangan semata untuk menunjukan kelas mereka.

Yang menarik dari kegiatan ini adalah bagaimana mereka mampu untuk menaklukan dan melatih dari binatang-binatang buas itu agar mampu dijadikan sebagai patrner mereka dalam berburu. Padahal seperti yang kita ketahui seekor anjing mempunyai sifat dasar kebinatangan yang rakus, agresif, dan buas. Namun ketika sudah dilatih dengan seksama untuk dijadikan sebagai anjing pemburu hilanglah sudah sifat rakus, agresif dan buas mereka. Mereka hanya berburu ketika disuruh, mereka hanya membunuh binatang buruan tanpa secuil pun mereka makan.

Dalam kaitan dengan  berburu menggunakan binatang yang sudah terlatih alquran menyatakan dalam surat Almaidah ayat 4.
يسألونك ماذا أحل لهم, قل أحل لكم الطيبات وما علمتم من الجوارح مكلبين تعلمونهن مما علمكم الله
Asbab nuzul dari ayat ini sebagaimana dikutip dari Tafsir jalalain bahwa tatkala Jibril As mendatangi rasululah saw, beliau tidak, mau masuk dikarenakan ada anjing di tempat tersebut.  Jibril berkata bahwasannya Dia tidak akan masuki kedalam rumah yang terdapat anjing di dalamnya.

Kemudian Rasulullah saw memerintahkan kepada Abu Rofi untuk membunuh semua anjing yang ada di Madinah. Sampai pada satu rumah  perempuan yang memelihara anjing yang digunakan sebagai penjaga bagi perempuan tersebut. Lalu Abu Rofi mendatangi Rasulullah saw memberitahukan hal tersebut, namun Rasulullah saw tidak  bergeming dan tetap memerintahkan untuk membunuhnya. Lalu orang Madinah mendatangi Rasulullah saw dan mengadukan masalah ini ما يحل لنا من هذه الأمة التي أمرت بقتلها  

Namun Rasul tidak menjawab karena menunggu wahyu, lalu turunlah ayat tadi sebagai jawaban bahwa diperbolehkan memelihara anjing yang sudah dijinakan sebatas untuk keperluan menjaga dan berburu.

Dalam menaklukan binatang buas terdapat beberapa teknik sebagai berikut, diantaranya:

1.        Promosi
Promosi dalam hal ini adalah pembiasaan dari si pelatih kepada binatang latihannya ketika masih kecil untuk mengasah nilai berburu dan menekan naluri liar mereka.

2.        Lapar
Maksud lapar disini adalah teknik penjinakan binatang yang dilakukan dengan cara membiarkan bintang yang liar itu menjadi lapar tanpa makanan, sehingga dengan sendirinya dia menjadi besar ketergantungan kepada pelatih yang akhirnya dia menjadi penurut karena ketergantungannya itu.

3.        Saya pemimpin
Teknik ini saya lihat dalam acara dog wishperer, teknik ini dilakukan oleh pelatih dalam menekan sifat keliaran seekor anjing dengan cara tidak membiarkan si anjing tersebut berjalan di depan pemiliknya.

Kita tahu  bahwa dalam diri kita terdapat binatang yang lebih buas daripada harimau, Anjing, ataupun yang lainnya yang apabila tidak ditundukan akan menjadikan kita lebih buas dari pada binatang. Apakah binatang tersebut? Yaitu adalah hawa nafsu. ان النفس لامرة بالسوء

Dia menggoda tanpa pandang bulu baik kepada alim ataupun bodoh, guru ataupun murid.
Kepada murid nafsu itu akan berbisik untuk malas belajar. Dia akan mengatakan “lah sakola-sakola teuing, presiden geus aya, mentri loba, sarjana ge loba nu nganggur.” Kepada guru akan membisik untuk malas mengajar. Dia akan mengatakan “lah duit gula teu amis, duit uyah teu asin”.

Kita diciptakanفي أخسن تقويم)( لقد خلقنا الانسان andai kata anjing yang hanya mengandalkan insting tanpa akal dan budi mampu menekan sisi kebinatangannya, maka alangkah malunya kita sebagai manusia tak mampu menekan sifat kebinatangan kita.

Tips yang dapat kita lakukan guna menaklukan sifat kebinatangan ada beberapa seperti yang disebutkan diatas.
1.    Promosi
Alhamdulilah kita dalam hal ini telah melingkup diri baik guru ataupun siswa dalam lingkungan yang positif baik di pesantren ataupun sekolah. Bagi siswa kalian sudah diasah untuk menekan sifat kebinatangan diri sejak dini di pesantren dan sekolah. Sehingga insting akhlak kalian akan selalu positif, insya allah.

2.    Lapar
Apabila nafsu hewan kita masih menggebu atau sedang menggebu, maka berilah rasa lapar kepada nafsu tersbut dengan berpuasa. Sebab dengan puasa akan menekan nafsu syahwat dan godob (marah)

3.    Saya pemimpin
Ketahuilah dalam jiwa kita ada tiga elemen. Akal, syahwat, dan Godob. Syahwat adalah nafsu dalam bentuk keinginan, keinginan jabatan, keinginan kabur dari sekolah dan lain lain. Sedangkan Godob adalah nafsu Amarah, amarah karena tak dihaormati orang, amarah karena tak turuti keinginan dan lainnya.

Maka apabila syahwat atau godob yang menjadi raja di hati kita, bisa dibayangkan serakah dan buasnya kita sebagai manusia melebihi binatang, kenapa? Karena syahwat dan amarah kita didukung oleh akal beda dengan binatang yang hanya menggunakan insting.

Oleh karena itu jadikan akal menjadi  raja di hati kita, agar syahwat kita menjadi syahwat yang positif, amarah kita pun menjadi amarah yang positif.




DUA PISAU BEDAH UNTUK KANG ACEP ZAM-ZAM

DUA PISAU BEDAH UNTUK KANG ACEP ZAM-ZAM

Oleh: Muhammad Helmi Aminudin

*Guru di MTsN 1 Tasikmalaya
TAHAJUD (2)

Aku tak tahu kapan dunia buruk ini akan berubah
Menjadi onggokan-onggokan sampah
Mungkin saat kukumpulkan pecahan-pecahan api
Di anatara sinar bulan yang membusuk
Atau ketika kuhamili sunyi di sudut malam
Hingga lahir seratus bayi
Dari kemabukanku yang khsyuk

Aku memasuki terowongan
Menghimpun segenap kegelapan dalam dadaku
Untuk kuledakan menjadi cahaya
Tanganku mengembang seperti burung raksasa
Yang mencakari mataku sendiri
Lalu tertawa pada dunia yang kutinggalkan

Aku terpejam
Memasuki kekosongan yang nikmat
Kupungut kepingan-kepingan galaksi itu
Dan kubakar pakaianku yang lusuh
Lihatlah, kini aku telanjang
Dengan dada yang terbongkar
Merangkak terus menghampiri pagi bersujud tiada henti (1990)

Tahajud (2) adalah salah satu puisi dari antologi puisi Kang Acep Zam-zam Nur yang berjudul Jalan Menuju Rumahmu. Profil Kang Acep bagi orang Tasik khususnya terlebih bagi yang bergelut di dunia sastra dan guru Bahasa Indonesia sudah tidak asing lagi. Beliau adalah putra dari salah satu ulama terkenal di Tasikmalaya, dari pondok Pesantren Cipasung yaitu K.H Ilyas Ruhiyat. Beliau dilahirkan pada Tanggal 28 Pebruari 1960. Kumpulan puisi beliau sudah sangat banyak, bahkan beberapa diantaranya sudah dimuat media asing seperti di poet chant (Jakarta 1995) dan diterjemahkan oleh Harry Avelling untuk Secrets need Words : Indonesian Poetry 1966-1998 ( Ohio University Press, 2001)

Kembali ke puisi Tahajud, dalam dunia analitik karya sastra ada banyak madzhab yang bisa kita gunakan dalam menganalisis, terlebih lagi bahwasanyya puisi memiliki kode bahasa yang unik dibanding dengan karya sastra yang lainnya. Keunikan tersebut karena puisi memadatkan bahasa yang dipakai, menyimpan banyak makna di balik kata, menyimpan arti di balik diksi. Ditambah dengan bahasa konotasi dan lambang yang dipergunakan.

Di sekolah-sekolah pada buku pelajaran yang diampu oleh para guru, analisis karya sastra puisi menggunakan teori strukturalisme, yang mana teori tersebut menganalisis sebuah puisi dari strukturnya baik itu struktur fisik maupun struktur batin.

Herman J Waluyo (1987) mengatakan bahwa Struktur puisi terbagi dua yakni struktur fisik (metode) dan struktur batin (hakikat). Struktur fisik puisi adalah unsur estetis yang membangun puisi dari dari luar, yangb dapat ditelaah satu persatu, tetapi unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah : diksi, pengimajian, kata kongkret, majas, versifikasi, dan tifografi. Sedangkan struktur batin adalah hakikat dari puisi, hakikat ini meliputi tema, perasaan, sikap penyair atau nada, dan amanat.
 Kembali ke puisi Tahajud (2) di atas tadi, jika kita mencoba membedah dengan pisau bedah strukturalisme, maka tata alurnya akan seperti yang diungkapkan di atas.

Membedah Puisi Tahajud  dengan metode strukturalisme
Struktur fisik puisi.
a.       Diksi
Diksi dapat dikatakan sebuah cara dari penyair untuk memilih kata secara cermat, juga dengan mempertimbangkan urutan kata, dan kekuatan kat atau daya magis (Waluyo 1987 : 72). Pada puisi Tahajud diksi yang digunakan adalah sebagai berikut.

Dunia buruk menjadi onggokan-onggokan sampah. Dalam baris ini kita mendapati kata onggokan-onggokan sampah. Penyair memilih kata onggokan sampah bukan tumpukan sampah, dikarenakan ada daya sugesti yang diinginkan oleh penyair bahwa kesenangan di dunia adalah sesuatu yang kotor (dilambangkan dengan sampah) dan tidak seberapa (dilambangkan dengan kata onggokan), jadi dengan diksi ini penyair mencoba menggambarkan bahwa dunia adalah sesuatu yang hina dan tidak seberapa.

Sinar bulan yang membusuk. Penyair memilih kata membusuk tidak dengan kata meredup. Padahal seharusnya sinar itu padanan yang tepat adalah terang, redup, dan gelap, bukan busuk dan segar. Namun rupaya mungkin ada yang diingkan oleh penyair dengan kata busuk tersebut, sebab bukan bulan dalam artian bulan sebagai satelit bagi bumi, namun bulan dalam arti kias yang mungkin dimaksud oleh penyair adalah potensi keimanan dia yang sedang turun, karena cahaya keimanan ibarat rembulan yang menerangi hati manusia.

Kemabukanku yang khusyuk. Ada narasi yang aneh di sini, yaitu kemabukan dan kehusyukan. Padahal dalam keadaan kehidupan yang normal orang yang mabuk tidak mungkin untuk bisa khusyuk, jangankan untuk bisa konsentrasi, pikirannya pun sedang tidak “waras”, namun Kang Acep dalam puisinya ini menyandingkan kata mabuk dan khusyuk  secara berdampingan, keanehan yang ada disini adalah sesuatu yang disengaja karena dalam diksi kadang terjadi penyimpangan secara semantis. Waluyo (1987 : 68) mengatakan bahwa penyimpangan semantis itu terjadi karena “ Makna dalam puisi tidak menunjuk pada satu makna, namun menunjuk pda makna ganda.” Jadi yang dimaksud “mabuk” dalam baris ini adalah istilah Sufistik  yang biasanya untuk melambangkan suatu keadaan dimana seorang hamba sudah masuk Maqom Fana yang mana dia tidak melihat kecuali Hakikat,  yaitu sang maha pencipta. Akhirnya dia sudah tidak peduli dengan keadaan sekitar layaknya orang mabuk.

b.      Pengimajian
Pengimajian dapat diartikan sebagai “Kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.” Waluyo (1987 : 78).
Dalam puisi Tahajud (2) ini ada beberapa imaji yang penulis rasakan adalah imaji perasaan (imaji taktil) hampir di semua baris yang dituliskan Kang Acep, karena puisi ini banyak mengandung bahasa “mistis” karena puisi ini bersifat sufistik, sedangkan dalam dunia Islam sufisme itu ibarat dunia “mistis” karena berbicara tentang sebuah hakikat, dan melepaskan semua bentuk fisik. Kesengan dan kesedihan yang hadir pun adalah hasil dari perjalanan jiwa dan kontemplasi dari seorang Sufi, walaupun kadang kesadaran mistisme itu berawal dari perjalanan fisik seperti Ibrahim ibn Adham, Hasan Al Basri, dan Malik Ibn Dinar.

Kembali ke puisi di atas, contoh Imaji perasaan yang dihadirkan oleh penyair adalah sebagai berikut
Aku memasuki terowongan panjang,, Menghimpun segenap kegelapan dalam dadaku. Dari dua baris ini kita bisa merasakan aura sufisme yang kental, dalam bahasa Sufisme kalimat Memasuki terowongan yang panjang biasa disebut proses “suluk”  yang berarti pencarian. Pencarian akan jati diri, pencarian akan hakikat hidup, dan pencarian akan eksistensi Tuhan dalam diri hamba. Tentu proses pencarian ini tidak bisa kita lihat ataupun kita dengar, namun proses pencarian ini hanya bisa dirasakan oleh seorang hamba dan hanya bisa dirasakan oleh hamba yang sudah melewati proses suluk dan melewati maqom fana.

c.       Kata Kongkret
Kata kongkret ini berkaitan erat dengan imaji, artinya sebuah imaji yang seakan dilihat, didengar, dan diraskan oleh pembaca itu dikonkretisasi dengan kata tersebut. Seperti pada poin di atas, imaji perasaan yang disampaikan penyair lewat puisinya dapat dirasakan oleh kita sebagai pembaca karena ada konkretisasi berupa kata terowongan, panjang, kegelapan dalam dada.

d.      Majas
Waluyo (1987 : 83) “Majas adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara tidak biasa.” Dengan majas akan menimbulkan makna yang prismatis, artinya satu kata akan menghasilkan banyak makna.

Dalam puisi Tahajud (2) ini penulis lebih banyak menemukan majas dalam bentuk lambang daripada bahasa kias. Sebagai contoh :
Bulan yang membusuk, ini melambangkan dari cahaya keimanan yang berkurang seiring dengan godaan dari dunia.
Aku terpejam ... Memasuki kekosongan yang nikmat.  Dua baris ini melambangkan dari sebuah perjalanan sufistik, yang melambangkan bahwa hati yang sudah dimasuki oleh Nama Tuhan, maka hati tersebut ibarat sebuah tempat yang kosong dari keinginan-keinginan yang bersifat duniawi.

e.       Versifikasi
Versifikasi ini berkaitan dengan permainan bunyi yang ada dalam sebuah puisi. Orkestrasi dari permainan kata dalam sebuah puisi tidak hanya menghasilkan sebuah karya yang dalam secara makna, namun juga indah dari segi bahasa yang dipergunakan.
Dalam puisi Tahajud (2) ada permainan bunyi yang digunakan penyair berupa rima atau persamaan bunyi akhir.
Diantara sinar bulan yang membusuk
Atau ketika kuhamili sunyi di sudut malam
Hingga lahir seratus bayi
Dari kemabukanku yang khusyuk
Ada permainan bunyi yang dipakai oelh penyair disana yaitu persamaan bunyi akhir yakni bunyi –uk- pada kata membusuk  dan  Khusyuk

f.       Tifografi
Tifografi atau tata wajah pada puisi ini tidak ada yang aneh, walupun aturan puisi secara konvensional masih dipakai, yakni adanya baris dan baitnamun tidak ada ikatan seperti dalam puisi lama seperti syair dan pantun.

Struktur Batin
Tema
Berbicara tentang tema untuk puisi cukup sulit, karena kita harus menganalisis secara mendalam dari berbagai aspek, mulai dari lambang, majas, pengimajian dan lain-lain. Namun walaupun sulit bukan berarti kita tidak mungkin mencari tema dari sebuah karya, hanya perlu analisis dan pemahaman terhadap kode bahasa yang ada serta memperhatikan latar belakang pengarang maka gambaran akan tema kita dapatkan.

Puisi Tahajud (2) jika kita analisis maka kita akan mendapatkan beberapa petunjuk seperti bahasan pada diksi dan majas, maka secara garis besar puisi ini dikategorikan sebagai puisi sufistik dengan tema ketuhanan. Dikatakan bertema ketuhanan karena disini berbicara tentang pengalamn religius dari seorang penyair.

Perasaaan
Perasaan atau feeling ini berkitan dengan bagaimanasikap dari penyair terhadap pokok persoalan. (Waluyo 1987 :120) . Perasaan yang timbul mungkin berupa benci, sedih, iba, gembira, gelisah dan lain sebagainya.

Perasaan yang penulis pahami dari karya Kang Acep ini adalah bahwa ada semacam kegelisahan yang dialami oleh penyair akan kegamangan dia dalam wujud keimanan dia yang digambarkan sebagai bulan yang membusuk, namun di bait kedua kita mendapati bahwa penyair seakan mendapatkan pencerahan secara spiritual dari perjalanan hidupnya, ini bisa kita rasakan pada dua baris  menghimpun segala kegelapan dalam dadaku... untuk kuledakan menjadi cahaya. Dan pada bait ketiga kita merasakan bahwa oenyair benar-benar sudah mendapati pencerahan dari perjalanan spiritualnya,, ini diuangkapkan pada baris Dan kubakar pakaianku yang lusuh..... Lihatlah, kini aku telanjang. Pakaian lusuh adalah simbol dari sesuatu yang usang, jiwa yang lama ditinggalkan. Sedangkan kata Telanjang menyimbolkan dari sebuah kejujuran tanpa ada satu pun yang disembunyikan. Telanjang dapat diartikan sebagai sesuatu yang penyerahan total kepada Tuhan, karena merasa bahwa dirinya sudah tidak bisa apa-apa dan bukan siapa-siapa.

Nada dan Suasana
Ada dua hal yang menjadi poin disini, yaitu nada dan suasana. Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi, atau akibat psikologis yang timbul pada pembaca (Waluyo, 1987 : 125). Nada yang terkandung dalam puisi ini adalah bersifat religius, karena seperti yang diungkapkan penulis di atas bahwa puisi ini bertema tentang religius dan bersifat sufistik. Sedangkan suasana yang dirasakan pembaca dari membaca puisi adalah suasana khusyuk yang bergitu mendalam, dengan mengikuti proses pencarian Tuhan dan diri dari penyair.

Amanat
Amanat yang ingin disampaikan oleh penyair dari puisi ini adalah jangan berhenti untuk mencari Tuhan, karena Tuhan ada di diri manusia dan carilah ketenangan bersama Tuhan karena dengan mengenal Tuhan maka dunia dan segala isinya menjadi sesuatu yang fana dan tidak berarti.

Membedah puisi Tahajud (2) dengan metode Semiotika
Prosedur pendekatan Semiotik
Banyak ahli yang mengemukakan tentang prosedur atau langkah kerja yang dapat dilaksanakan delam meneliti karya sastra dengan mengacu pada teori semiotik. Rolan Barthes sebagai tokoh semiotik dari prancis, mengajukan sebuah teori tentang penganalisisan karya sastra dengan menggunakan pendekatan semiotik ini. Dia menganalisis karya sastra dengan pendekatan semiotik dengan menggunakan lima sistem kode bahasa.

Prosedur kerja teori Bhartes ini sebagai mana yang dikemukakan oleh Suwondo (2003:87), adalah dalam memahami makna teks sastra, Bharte pertama-tama membedah teks baris demi baris. Baris demi baris itu dikonsentrasikan menjadi satuan-satuan makna sendiri. Setelah satuan makna diperoleh, Bhartes kemudian mencoba mengklasifikasikan dan merangkum ke dalam lima sistem kode yang memperhatikan setiap aspek signifikan. Kode-kode itu mencakup aspek-aspek sintagmatik dan semantik.

Menurut Bhartes, dalam Djojosuroto (2004:109) ada lima kode yang digunakan (1) kode teka-teki (the hermenetic code), (2) kode konotatif (the code of semes or signifiers), (3) kode simbolis (the simbolic code), (4) kode aksian (the proairetic code), (5) kode budaya (the cultural or refernce code).

Kode Hermeneutik berkisar pada harapan pembca mendapatkan nilai kebenaran terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam karya saatra. Kode ini mambangkitkan hasrat dan kemauan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang terkandung dalam sebuah karya sastra. Misalnya ambiguitas, kata-kata kuno (arkaik), metafor, dan lambang-lambang lain (Djojosuroto, 2004 :109)

Kata-kata kuno, metafor, dan lambang termasuk ke dalam konvensi tambahan bahasa sastra yang diantaranya bahasa kias. Untuk mendapat pemahaman yang lebih mendalam dalam mencari konvensi tambahan bahasa sastra yang merupakan teka-teki dan merupakan bagian dari harapan pembaca. Penulis pendapat Riffaterre dalam Pradopo (1987) sepertiyang telah dikemukakan di atas, bahwa terdapat ketidaklangsungan puisi sebagai akibat adanya konvensi tambahan bahasasastra. Konvensi tambahan ini ada tiga hal :

Pergantian arti (displacing)
Ini terjadi apabila suatu arti kata (kiasan) berarti yang lain (tidak menurut arti sesungguhnya).  (Pradopo, 1987 : 212). Pada umumnya kata-kata kiasan mengganti arti sesuatu yang lain, libih metafora dan metonomi

Penyimpangan arti (distorsing), 
Menurut Riffaterre dalam Pradopo (1987 :213) hal in terjadi apabila dalam sajak (puisi) ada ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense

Penciptaan arti (creating of meaning).
Ini terjadi apabila ruang teks (spasi) berlaku sebagai prinsi pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar dari hal-hal ketatbahsaan yang sesunguhnya secara linguistik tidak ada artinya,misalnya simitri, rima, enjabement, atau ekuivalensi-ekuivalensi makna (semantik)

Kode konotatif berkenaan dengan tema-tema yang dapat disusun lewat proses pembacaan teks. Jika di dalam teks dijumpai konotasi kata, frase, atau bahkan kalimat tertentu, semua itu dapat dikelompokkan ke dalam konotasi kata, frase, dan kalimat yang mirip (Suwondo, 2003 :80)

Kode simbolis adalah dunia lambang, yaitu dunia personifikasi manusia dalam menghayati arti hidup dan kehidupan. Simbol merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas dan bersifat struktural. Pengenalan simbol dilakukan melalui kelompok-kelompok bentuk yang teratur, mengulangi bermacam kode dan maksud teks sastra (Djojosuroto, 2004 : 109)

Kode aksian kode ini merupakan perlengkapan utama teks. Setiap aksi atau tindakan dapat disitematiskan (codifiction). Dalam hal ini, tindakan adalah sintagmatik, berangkat dari satu titik ke titik yang lain. Tindakan-tindakan tersebut saling berhubungan walaupun saling tumpang tindih (Suwondo, 2003: 78)

Kode budaya, hal ini berkaitan dengan berbagai sistem pengetahuan atau sistem nilai yang tersirat dalam teks, misalnya adanya bahasa atau kata-kata mutiar, benda-benda yang telah dikenal sebagai benda budaya, steriotip pemahaman manusia, dan sejenisnya. Jadi kode ini  merupakan acuan atau referensi teks (Suwondo, 2003 : 80)

Analisis Puisi Tahajud (2)
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membedah teks baris demi baris. Cara yang dilakukan penulis coba lakukan untuk membedah teks dengan cara memparafrasekan puisi yang dianalisis, sehingga tampak puisi teresebut seakan sebuah teks narasi. Dengan perkataan lain penulis mencoba membuat penafsiran dari spasi yang tertinggal dari sang penyair.

Tahajud (2)
Aku tak(pernah) tahu kapan dunia (tempat) (ke) buruk (an) ini akan berubah
Menjadi onggokan-onggokan sampah
Mungkin (terwujud) (pada) saat kukumpulkan pecahan-pecahan (percik) api
Di antara (cahaya) sinar bulan yang membusuk
Atau (mungkin) ketika kuhamili sunyi di sudut (kesunyian) malam
Hingga lahir seratus bayi
Dari kemabukanku yang khusyuk

Aku memasuki terowongan (kefanaan) (yang) panjang
Menghimpun segenap kegelapan (jalan) dalam dadaku
Untuk kuledakan menjadi cahaya (tuhan)
Tanganku (tengadah) (sementara) (tubuhku) mengembang seperti burung raksasa
Yang mencakari mataku sendiri
Lalu (aku) tertawa pada dunia (fana) yang kutinggalkan

(Mata) Aku terpejam
Memasuki kekosongan (jiwa) yang nikmat
Kupungut kepingan-kepingan galaksi itu
Dan kubakar pakaianku yang lusuh
(Dan) Lihatlah, kini aku telanjang
Dengan dada yang terbongkar
Merangkak terus menghampiri pagi bersujud tanpa henti (1990)

(1)   Kode Hermeneutik
Teka-teki yang coba penulis pecahkan dengan menganalisis kode hermeneutik yang terdapat dalam puisi ini dimulai dari menganalisis judul puisi yakni tahajud. Tahajud ini mempunyai arti soalat sunat yang dilakukan tengah malam, seusai tidur. Tahajud pundalam islam termasuk ke dalam salat sunat yang derajatnya cukup tinggi sehingga Allah menganjurkannya langsung di dalam Alquran. Kemudian tahajud pun dijadikan oleh Allah sebagai salah satu sarana untuk menaikan derajatnya di dunia dan di akhirat. Berdsarkan makna yang telah diurai di atas, penulis menemukan penggantian makna dari tahajud menjadi sebuah keinginan yang kuat dari penyair untuk mendapatkan keutamaan dari Tuhan, yakni perubahan dari semua keburukan dan kejelekan dunia.

Aku tidak tahu kapan dunia buruk ini akan berakhir. Buruk adalah sebuah konsp penilaian yang diberikan oleh manusia terhadap segala sesuatu yang dianggap tidak layak dan tidak pantas.. Pengagantian arti dari fasa dunia buruk ialah dunia tempat segala macam keburukan dan kerusakan, dimana mahluknya selalu ingin menguasai yang lainnya sampai melakukan tindakan-tindakan yang kadang merusak dan menghancurkan. 

Kukumpulkan pecahan pecahan api/Diantara sinar bulan yang membusuk. Pecahan artinya terbelah menjadi serpihan-serpihan. Pecahan api di sini merupakan konkretiasai dari berkas cahaya yang timbul dari sinar api. Pembentukan konkretisasi sianr atau berkas api dengan menggunakan kata pecahan, tidak lepas dari latar belakang penyair yang kuliah di bidang seni lukis. Bulan merupakan satelit satu-satunya yang dimiliki oleh bumi dan merupakan simbol keindahan. Sedangkan makna membusuk ialah sebuah proses fermentasi alamiah yang dialami oleh makanan ataupun buah-buahan yang tidak memiliki pengawet. Maksud dari sinar bulan yang membusuk ini bersgeser menjadi sebuah simbol dari kekuatan iman penyair yang sedang berada pada titik rendah. Bulan disimbolkan sebagai iman yang menerangi dan bumi adalah hati yamng diterangi oleh cahaya iman itu.

Atau ketika kuhamili sunyi di sudut malam/ Hingga lahir seratus bayi/ dari kemabukanku yang khusyuk.Menghamili ialah membuahi. Sedangkan penggantian arti yang terdapat dalam kata menghamili ialah mengisi malam yang sunyi dengan sebuah pengabdian (ibadah) yang sangat intim. Sedangkan kemabukan, ialah suasana dalam keadaan sedang tidak dalam kesadaran dirinya sendiri. Mabuk di sini bukanlah dalam artian sebenarnya, namun mabuk di sini merupakan sebuah perlambangan dari kelarutan diri manusia dalam dzat Tuhan (Maqom Fana)

Aku memasuki terowongan panjang / menghimpun segenap kegelapan dalam dadaku/ Untuk kuledakkan menjadi cahaya. Terowongan penjang di sini ialah sebuah perjalanan spiritual dari penyair. Terowongan berpindah arti menjadi sebuah jalan yang harus dilalui oleh seorang pejalan. Kegelapan simbolisasi dari hati yang kelam yang dibimbing oleh cahaya ilahi menuju kebenaran, sesuai narasi Kuledakkan menjadi cahaya.

Aku terpejam / memasuki kkosongan yang nikmat.  Kekosongan ialah situasi yang tidak ada apa-apa, sementara nikmat ialah sebuah perasaan puas. Dari kedua arti ini menemukan pergantian arti bahwa yang dimaksud di sini adalah sebuah konsep sufistik yang disebut Takholli, yakni tidak bertahtanya dunia dalam diri manusia. Dengan perkataan lain bahwa dalam dirinya sudah tidak ada urusan duniawi.

Kupungut kepingan galaksi itu / Dan kubakar pakaianku yang lusuh. Galaksi adalah kumpulan dari jutaan planet dan bintang. Galaksi mengalami pergesaran arti dari arti sebenarnya, jadi kupungut kepingan-kepingan galaksi adalah kongkretisasi dari bersatunya lagi pecahan jiwa yang sudah kehilangan kekhusukannya kepada Tuhan, hal ini diperjelas dengan baris terakhir kubakar pakaianku yang lusuh.  Jelas di sini  bahwa penyair mencoba mengutuhkan kembali jiwanya untuk mencapai kekhusyuan dan meninggalkan keburukan di masa lalu dengan dibakarnya pakain yang sudah lusuh / usang.

Merangkak terus menghampiri pagi. Merangkak merupakan simbolisasi dari ketidakberdayaan si aku dalam mencapai hakikat dari Tuhan, namun tidak ada sedikit pun putus asa dari mengharap rahmat Tuhan untuk medapatkan sebuah perbaikan dalam kehidupan.

(2)   Kode konotatif
Kode-kode konotatif yang terdapat dalam puisi ini sebagai berikut.
Dunia buruk, bulan yang busuk, pakaian yang lusuh. Ketiga kode konotatif ini menyaran pada tema tentang penyesalan penyair terhadap sikap yang dilakukannya di masa lalu, baik itu sikap lahir maupun sikap batinnya.
Kemabukan yang khusyuk, kekosongan yang nikmat,merangkak menghampiri pagi. Kode konotatif ini menyran pada konsep penyerahan diri yang total kepad sang maha pencipta sehingga timbul sebuah konsep sufisme yang disebut tajalli yang mana Tuhan sudah berada dalam diri si hamba.

(3)   Kode simbolis
Berdasarkan kedua kelompok kode konotatif ini, penulis mendapatkan tema secaara menyeluruh yakni jangan pernah lelah untuk mencar Tuhan, karena Tuhan ada pada hati setiap manusia. Kenali diri sendiri maka niscaya akan kau kenali Tuhanmu.


Daftar Pustaka
Djojosuroto, Kinayati. 2004. Puisi Pendekatan dan Pembelajran. Jakarta:             Nusantara
Djoko Pradopo, Rachmat. 1987. Pengkajian Prosa Fiksi Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Sudjiman, Panuti dan Van Zoest. 1991. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta : Gramedia
Suwondo, Tirto. 2003. Studi Sastra Beberapa Alternatif . Yogyakarta : Hanindita Graha Widya.
Tjahjono, Tengsoe. 1987. Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi. Flores : Nusa Indah.
Waluyo , Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta : Erlangga.





Total Pageviews

Contact Form

Name

Email *

Message *

Featured Post

RIYA’ DAN NIFAQ

RIYA’ DAN NIFAQ Manusia sebagai makhluk Tuhan telah dianugerahi berbagai nikmat sehingga hal itu mengharuskan manusia untuk bersyukur kepad...

Pages

Search This Blog

Powered by Blogger.

Followers