Home » » REFLEKSI HARI AMAL BAKTI KEMENTERIAN AGAMA

REFLEKSI HARI AMAL BAKTI KEMENTERIAN AGAMA

Refleksi Hari Amal Bakti Kementerian Agama
Oleh : Omay Komarudin, M.Pd*

*Guru Bahasa Inggris
di MTs Al-Falah Tanjungjaya

Sejarah Kementerian Agama
Ketika dideklarasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak serta merta dibuat Departemen yang mengurusi keagamaan, karena alotnya perdebatan perlu atau tidaknya kementerian tersebut. Hal ini tidak terlepas dari pergumulan pemikiran antara kaum sekuler dan agamis. Kaum sekuler memandang bahwa permasalahan agama jangan dicampur adukkan dengan permasalahan negara, sedangkan kaum agamis memandang bahwa segala ibadah dan muamalah perlu diatur penyelenggaraannya supaya tertib dan teratur sesuai dengan syariat. Pada akhirnya seteleh perdebatan sengit, terjadi kompromi perlunya Kementrian Agama, sebagai balasan atas dihapuskannya 7 kata dalam piagam Jakarta yaitu Kewajiban menjalankan syariat agama islam bagi pemeluknya. Selanjutnya pemerintah memutuskan dan menetapkan  No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 (29 Muharram 1365 H) berdsarkan usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan perlunya Kementerian Agama. Maka diperingatilah setiap tanggal  3 Januari sebagai hari kelahiran kementerian Agama.

Prestasi Nasional

Sekarang memasuki usia yang ke-73 Kementerian Agama terbilang senior dengan berbagai capaian prestasi yang membanggakan. Walaupun untuk mengejar perubahan yang siginifikan tersebut telah dimulai pada era reformasi dan semakin kencangnya adalah ketika berubah nama dari Departemen Agama menjadi Kementerian Agama dengan peningkatan anggaran yang cukup signifikan bahkan hendak disejajarkan dengan kementerian lainnya yang mendapatkan renumerasi cukup tinggi.

Dengan adanya reformasi birokrasi dibarengi tunjangan yang memadai menghasilkan torehan prestasi yang membanggakan. Secara keseluruhan, kinerja Kementerian Agama menunjukkan capaian sasaran strategis dengan nilai rata-rata capaian sebesar 113,84% atau kategori sangat baik. Sasaran yang menunjukkan capaian kinerja dengan kategori sangat baik (≥100%) adalah (1) Meningkatnya Harmoni Sosial dan Kerukunan Intra dan Antar Umat Beragama sebesar 100%; (2) Meningkatnya Mutu Penyelenggaraan Haji dan Umrah Yang Transparan, Efisien dan Akuntabel sebesar 107,18%; (3) Terselenggaranya Tata Kelola Pembangunan Bidang Agama Yang Efisien, Efektif, Transparan, Dan Akuntabel sebesar 109,64%; (4) Meningkatnya Angka Partisipasi Pendidikan sebesar 105,52%; (5) Menurunnya Jumlah Siswa Yang Tidak Melanjutkan Pendidikan sebesar 194,25%; dan (6) Meningkatnya Jaminan Kualitas Pelayanan Pendidikan sebesar 135,20%. Sasaran strategis yang belum memenuhi target tapi masih dalam kategori baik adalah (1) Pemberian Manfaat Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar 94,64%; (2) meningkatnya kualitas dan akuntabilitas pengelolaanpotensi ekonomi keagamaan sebsesar 89,38% terutama dalam indikator peningkatan penerimaan zakat yang mencapai 78,80% atau cukup; dan (3) Meningkatnya Kualitas dan Ketersediaan Bimbingan dan Fasilitas Keagamaan sebesar 88,73%, terutama pemenuhan terhadap KUA yang memiliki standar pelayanan dengan nilai capaian sebesar 79,70% atau kategori cukup.

Torehan prestasi kementerian agama dibandingkan dengan tahun sebelumnya semakin signifikan. Sebagai kementerian yang mempunyai keterbatasan sumber daya manusia, bahkan dikenal dengan kekolotannya, sekarang mampu sejajar dengan kementerian lainnya. Untuk keluar dari kungkungan zumud itu tidaklah mudah, reformasi birokrasi degan menata kembali visi, misi serta nilai- nilai menjadi tonggak awal kemnetrian Agama berubah secara massif. Tahun 2005 kantornya yang sederhana baik di pusat maupun di daerah didatangi juga oleh orang yang sederhana, berpeci, berkerudung, turun dari angkot, berasal dari kampung, ustadz  dan guru ngaji dari pinggiran. Sekarang beurbah 180 derajat menjadi kantor yang megah, dengan mekanisme pelayanan, prosedur yang jelas dan terukur. Pembuatan berbagai persuratan ditarget waktu, pelayanan mesti ramah dan prosedur yang sejelas-jelasnya. Kini mengurus berbagai keperluan di kantor kementerian agama akan merasakan atmosfir pelayanan yang mirip seperti di Bank. Efeknya ada peningkatan kepuasan masyarakat, lembaga menjadi lebih berwibawa, bahkan menjadi pegawai di Kementerian Agama menjadi sebuah kebanggan tersendiri karena lembaganya profesional, bersih dan mendapatkan tunjangan yang memadai.
Tetapi dengan kemajuan zaman yang pesat yang syarat dengan perkembangan teknologi,tantangan kementerian Agama bukanlah semakin mudah. Justru menjadi semakin agak kompleks,  tugas dan pekerjaan yang segera harus dibereskan agar kehidupan berkeagamaan di Nusantara semakin meningkat kualitasnya. Agenda yang paling penting adalah memastikan pemahaman dan pengamalan ajaran Agama kepada pemeluknya secara merata dan terukur (measurable). Misalkan untuk komunitas muslim, dalam satu kampung berapa jumlah tempat ibadah, jumlah madrasah, jumlah ustadz,  frekuensi pengajian, dan kurikulum pengajian. Banyak daerah/kampung yang tidak ada sama sekali guru ngaji/Ustadz, minimnya tempat ibadah, tidak ada madrasah, minimnya frekuensi pengajian, serta kurikulum pengajian yang tidak tersrtuktur. Akibatnya banyak pemeluk agama Islam yang tidak lancar bahkan  tidak bisa baca Al-qur’an, tidak bisa melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah  lainnya disertai miskinnya pemahaman wawasan ke-Islaman. Ummat tidak mengetahui sejarah, budaya, akidah, ekonomi dan politik Islam.  Jika permasalahan ini tidak diperhatikan maka akan berdampak pada masalah sosial yang pada akhirnya akan meresahkan masyarakat bahkan mengancam stabilitas kehidupan bernegara. Karena ketika pemahaman dan pengamalan ke-Islaman dangkal maka akan mudah terasuki aliran sesat, aliran liberal, komunis, hedonis dan pemahaman lainnya yang membahayakan.  Disinilah peran Kementerian Agama menetapkan standar pemahaman dan pengamalan beragama yang dibarengi dengan men-sinergikan berbagai kekuatan. 

Anggaran Kemenag mungkin terbatas, tetapi hendaknya men-sinergikan PEMDA, tokoh masyarakat, LSM, perusahaan, lembaga zakat, pesantren dan lembaga lainnya. Misalkan untuk permasalahan kekosongan ustadz dan minimnya frekuensi pengajian, Kemenag dapat menggandeng forum pesantren untuk meningkatkan kiprahnya ke luar daerah dengan program pesantren kilat di tempat, pengabdian santri dan me-Mukim-kan alumni untuk ditempatkan di daerah yang diperlukan guru ngaji. Sedangkan untuk program infrastruktur keagamaan, Kemenag dapat memotivasi warga setempat dibarengi dengan mensinergikan PEMDA, tokoh masyarakat, CSR perusahaan dan lembaga zakat agar peduli pada fasilitas keagamaan. Sedangkan untuk jangka panjang, Kemenag dapat merekomendasikan berdasarkan usulan dari masyarakat yang kekurangan guru ngaji untuk mengirim calon santri untuk belajar di pesantren dengan biaya yang ditanggung bersama. Dengan demikian Kemenag hanya berperan sebagai fasilitator, dinamisator, integrator dan eksekutor berdasarkan survey pemetaan kehidupan beragama di wilayah tersebut.

Tugas yang kedua adalah memastikan kerukunan ummat beragama terjaga dengan baik, baik kerukunan antar pemeluk seagama dan berbeda agama. Pergumulan Nasionalis dengan Agamis, Muslim dan non Muslim, antar ormas keagamaan akan terus ada sampai kapan pun, karena latar belakang ideologis dan pemahaman. Oleh karena itu mesti dikembangkan dialog, pendidikan dan kampanye tentang pemahaman pluralisme baik di seluruh lembaga pendidikan maupun di masyarakat. Pertentangan ini akan semakin besar karena dibarengi dengan perkembangan teknologi, media sosial dan pelaku yang khusus menyebarkan kebencian. Dengan demikian Kemenag mesti mengimbangi dengan massif dengan mempunyai twitter, facebook, youtube yang up to date dengan pesan dan ajaran kedamaian. Disamping itu iklan dan program di media massa cetak maupun elektronik mesti dihiasi dengan pesan-pesan penuh kedamaian.

Gerakan Massif

Setelah sukes Kemenag meluncurkan program gerakan Maghrib mengaji yang menyebar dan didukung oleh intansi lain agar mengembalikan budaya masyrakat setelah mahgrib diikuti pengajian di madarasah atau di rumah, kenapa tidak dilanjutkan dengan gerakan lainnya?. Misalkan gerakan Pemberantasan buta huruf Al-Qur’an, Gerakan Ayo berzakat, Gerakan Sholat Shubuh berjamaah. Jumlah yang belum lancar bahkan tidak bisa baca Al-Qur’an hampir diatas 60% (Republika, 15 Maret 2016), sedangkan yang benar-benar lancar membaca Al-quran hanya 20%.  Hal ini sangat memprihatinkan karena jika tidak bisa membaca Al-Quran dengan baik maka diapstikan pengamalan Sholatnya juga tidak benar, Jika tidak bisa membaca Al-quran maka dipastikan jarang membaca Al-quran, jika jarang membaca Al-quran maka dipastikan ia ruhiyahnya kering mudah terasuki godaan-godaan yang kurang baik, yang pada akhirnya akan berdampak pada kurang baiknya  karakter bangsa. Sedemikian pentingnya, maka Kemenag mesti menggandeng berbagai stakeholder yaitu MUI, Ormas Keagamaan, pesantren, lembaga zakat, PEMDA, tokoh masyarakat dan lembaga lainnya agar gerakan ini menjadi massif sehingga menjadi gerakan Nasional. Kemenag dapat berperan sebagai penyedia data dengan memberdayakan penyuluh keagamaan di setiap KUA, sedanhgkan MUI, pesantren dan ormas keagamaan dapat berperan sebagai pengajarnya sementara PEMDA, perusahaan dan lembaga zakat sebagai support dana operasional.

Setelah gerakan berantas huruf Al-Qur’an, yang diperlukan lagi adalah gerakan Ummat Berzakat . Walau pun Ummat mayoritas berada dibawah garis kemiskinan tetapi justru mesti menjadi pemecut untuk segera keluar dari jurang kemiskinan. Karena jumlah Aghniya yang mampu untuk berzakat pun jumlahnya cukup besar. Tempo.com merilis potensi zakat sebesar 271 Trilyun sedangkan yang masuk ke Baznas hanya baru 5 Trilyun. Jika benar-benar potensi zakat ini terealisasi pembayarannya maka tidak sampai 5 tahun, Ummat dan bangsa Indonesia akan terhindar dari kemiskinan, fasilitas keagamaan terbantu, jalan dan infrastuktur nyaman dan ekonomi keluarga terangkat. Apa permasalahannya ? kurang sinergi dan belum adanya TRUST (kepercayaan). Gerakan zakat ini jika tidak bisa diinisiasi oleh Presiden, bisa diawali ditingkat kementerian oleh Kementerian Agama dengan menggandeng sebanyak-banyaknya mitra yang bisa kerjasama misal dengan Kemenperin agar Industri yang berada di naungannya membayar zakat kepada lembaga zakat yang legal, dengan Kemenaker agar karyawan dan pekerja dimana saja menyalurkan zakatnya kepada lembaga zakat begitu juga dengan Kemendikbud, Kemendagri dan lembaga lainnya. Untuk awal akan ditemukan kesulitan dan tantangan yaitu penolakan dan ketidak percayaan, tetapi lambat laun akan ada perubahan. Sebaiknya peran Kemenag hanya sebagai mediator, fasilitator, regulator, integrator dan dinamisator saja. Kemenag dapat memediasi PEMDA, lembaga pemerintah dan swasta, juga lembaga zakat agar mendukung penuh di tingkat nasional dan lokal. Kemenag dapat membuat regulasi agar pelaksanannya berjalan dengan baik. Kemenag dapat mensosialiasikan zakat di berbagai media, sedangkan untuk pembayarannya bisa ke lembaga zakat mana saja yang sudah divalidasi oleh Kemenag. Kemenag juga mesti memberikan pelayanan standar minimal agat muzakki puas dan percaya menyalurkannya. Misalnya bisa berkaca dari Dompet Peduli Ummat (DPU) yang terus menjalin komunikasi dengan muzakki dengan pengajian rutin, bertemu dengan mustahiq (yatim, duafa dll), berkomunikasi via SMS dan WA serta penerbitan majalah yang memuat tentang ilmu keagamaan, dan laporan penggunaan dana. Sehingga muzakki merasakan akan kebermanfaatan zakatnya, tidak heran jumlah perolehan zakat yang diterima dari masyarakat bertambah signifikan. Hal ini dapat dijadikan contoh oleh lembaga zakat lainnya. Pemerintah dalam hal ini Kemenag dapat mendata siapa yang sudah dan belum berzakat, selanjutnya data tersebut bisa dijadikan bahan untuk MUI, Ormas Islam dan Lembaga zakat untuk lebih mempertajam sosialisasinya akan pentingnya berzakat.

Disamping kencangnya sosialisasi zakat, Kemenag juga dapat mendorong potensi ekonomi Ummat yang berada dalam kemiskinan, susahnya lapang pekerjaan, dan sulit untuk berwirausaha. Hal ini dapat dimulasi dengan menggerakan pesantren atau lembaga keagamaan dengan pelatihan wirausaha dan pelatihan pemanfaatan potensi lokal misalkan ternak domba, sapi, jamur merang, ikan lele dll berdasarkan kebutuhan pasar yang semakin besar.

Yang terakahir gerakan massif yang harus dilakukan adalah gerakan Sholat Shubuh Berjamaah Secara Nasional. Walau sudah dimulai oleh ormas tertentu, Kemenag bisa mendukung atau menggaungkan lagi secara nasional agar ukhuwah Islamiyah terjalin dengan baik. Karena disitulah mulai adanya interaksi yang baik antar ummat, disitulah ditandai mulainya produktivitas ummat Islam. Bagi individu Sholat subuh memiliki berbagai manfaat dan keutamaan yang sangat luar biasa yaitu untuk kepentingan rohani, kesehatan dan kesuksesan, selain itu akan menyelamatkan dari azab, mendapatkan pahala setara dengan pahala haji dan umrah, terbebaskan dari api neraka, terhindarnya dari kemunafikan, serta mendapatkan perindungan dari Allah SWT. Sedangkan bagi bangsa dan Ummat secara keseluruhan, manfaat sholat shubuh berjamaah adalah  akan mengundang KEBERKAHAN dari Allah SWT, sesuai Janji Allah SWT, Jika suatu kaum beriman dan bertakwa maka akan dibukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi. Sungguh dahsyat..janji Allah, jika suatu kampung, suatu kota, suatu negara dapat bersama-sama melaksanakan sholat Shubuh Berjamaah maka akan terbebas dari kemiskinan, meningkatkan karakter bangsa, warga semakin produktif dan terhindar dari pertengkaran serta bencana dunia. Peran Kemenag dapat mengerahkan penyuluh Agama Islam, semua aparatur di tingkat KUA, semua guru dan karyawan di lingkungan Kemenag agar menjadi penggerak program ini. Disamping itu dapat mengajak instansi pemerintah dan swasta untuk menyukseskan gerakan ini agar mendapat dukungan dari semua pihak.

 Pendidikan

Untuk bidang pendidikan, prestasi Kemenag telah dibuktikan dengan banyaknya dukungan masyarakat dalam pendirian madrasah swasta, Madrasah negeri (MAN, MTSN dan MIN ) dapat menyamai kualitas dengan sekolah umum negeri, pendirian UIN di berbagai kota besar, kulitas guru dan dosen meningkat. Hari ini tidak ada lagi diskriminasi anatara madrasah dan sekolah, antar guru madrasah dan guru sekolah, bahkan kecenderungan terakhir, masyarakat lebih percaya lagi pada madrasah daripada pada sekolah umum karena banyaknya mapel keagamaan. Walaupun demikian masih ada beberapa masalah yang terus dibenahi diantaranya jumlah madrasah swasta yang besar  berkonsekuensi dengan kulitas guru dan sarana prasarana yang mesti disediakan. Maka kewajiban Kemenag untuk menilai kelayakan mengajar nya dan membuat prosedur peningkatan kinerja serta kariernya.

Dirgahayu Kementerian Agama
Jaga Kebhinekaan dengan Persatuan
Tebarkan Kedamaian..Raih Kesejahteraan Bersama
Advertisement

Previous
« Prev Post

0 Komentar:

Post a Comment

Followers