Home » » Ihwal Menjadi Guru Profesional

Ihwal Menjadi Guru Profesional

Ihwal Menjadi Guru Profesional
Oleh: Eneng Sri Supriatin, M.Pd.*

Eneng Sri Supriatin, M.Pd.
Secara harfiah guru adalah seorang pengajar suatu ilmu. Mengajar berarti bagaimana guru membelajarkan murid. Menurut pandangan konstruktivisme, mengajar merupakan kegiatan yang mengondisikan sehingga memungkinkan berlangsungnya peristiwa belajar. Tentu saja untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran pada suatu ilmu yang hendak diajarkan dengan ditunjang berbagai ilmu pengetahuan lainnya perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Dalam pengertian ini guru belum dikatakan mengajar kalau belum membelajarkan siswa atau membuat murid belajar.

Itulah mengapa sebabnya guru bisa dikatakan sebagai komponen strategis yang memiliki peran penting dalam menentukan gerak maju kehidupan dalam masyarakat pada suatu bangsa. Tetapi untuk menjadi guru yang profesional, memang tidak cukup hanya mengandalkan penguasaan atas materi atau ilmu yang akan diajarkan. Sebab dalam proses belajar mengajar penguasaan materi hanya merupakan perangsang tindakan guru dalam memberikan dorongan belajar yang diarahkan pada pencapaian tujuan belajar. Mengapa? Sebab peristiwa belajar mengajar ini mirip dengan kegiatan jual-beli, ketika komponen-komponen didalamnya tidak lengkap maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik, misalnya ada guru, ada media pembelajaran, tetapi tidak ada murid maka sampai kapanpun tidak akan berjalan suatu proses belajar mengajar tersebut begitu juga proses jual-beli.

Dalam harfiah lain, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Maka jelas, jika dihubungkan dengan proses jual-beli sama halnya guru sedang mendagangkan ilmu. Seperti yang tertulis dalam Al Quran tentang peringatan jual-beli: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam” (Qs Al-MuthaffifĂ®n/83:1-6). Artinya, profesional itu jangan sampai lebih besar gaji yang diterima ketimbang pelajaran atau ilmu yang diberikan guru pada siswa.

Dan inilah, fenomena sekarang yang penulis amati di beberapa institusi pendidikan, guru lebih senang mengejar sertifikasi ketimbang mengajar secara profesional di dalam kelas. Padahal tujuan sertifikasi sendiri bagi guru guna meningkatkan pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas, tetapi aplikasinya di dalam kelas nihil. Jadi sangat wajar jika masa depan regenerasi bangsa titik tolaknya ada di tangan guru. Seperti Jepang ketika Naga Saki dan Hirosima diganjar Bom Atom, maka yang pertama ditanyakan oleh kaisarnya pada saat itu adalah jumlah guru yang tersisa, sehingga Jepang kini bisa kembali bangkit dengan tidak kehilangan ikonnya sebagai Cahaya Asia.

Sebagaimana yang dikatakan oleh William H. Burton, mengajar merupakan upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar mengajar berarti mengorganisasi aktivitas siswa dan memberi fasilitas belajar, sehingga mereka bisa belajar dengan baik. Artinya, ketika guru memilik skill mengajar yang baik—maka suasana belajar mengajar akan terasa sangat menyenangkan. Disamping itu guru juga harus memiliki kepribadian yang baik sehingga menjadi cerminan bagi peserta didiknya. Mengapa?

Sebab kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Karakteristik kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, dan mampu menjadi teladan bagi peserta didik dengan akhlak mulianya. Karena disamping sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai panutan.

Tentu saja untuk menjadi panutan tidak semudah itu, tetapi guru pun harus mampu menjadi sebagai demonstrator. Mengapa? Melalui perannya sebagai demonstrator, diharapkan guru mampu mengembangkan ilmu yang sedang diajarkan pada siswanya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya kerena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Pada tahap selanjutnya guru pun harus mampu menjadi pengelola kelas, mengapa? Dalam perannya sebagai pengelola kelas (Learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar yang harus—diawasi guna kegiatan-kegiatan belajar terarah, yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.

Ada pun tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa belajar dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

Pada tahapan selanjutnya, guru harus mampu menjadi mediator dan fasilitator. Mengapa? Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang beguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku, teks, majalah ataupun surat kabar.

Dan tahapan yang terakhir, guru harus mampu menjadi evaluator. Mengapa? Guna mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar dikatakan berhasil dan guru mampu mengoreksi selama proses belajar mengajar yang masih perlu untuk diperbaiki atau dipertahankan.

Ke empat tahapan elemen dasar tersebut tidak akan bisa diaplikasikan dengan baik di dalam kelas oleh guru—apa pun ilmu yang hendak diajarkannya pada siswa, jika guru tidak mampu membaca psikologi tiap siswanya dengan baik. Mengapa? Dengan pondasi ilmu psikologi sebagai ilmu tambahan dalam mengajarkan ilmu inti yang hendak diajarkan guru pada siswa, hal ini akan mempermudah langkah kerja guru untuk memberikan asupan pada tiap siswanya yang mempunyai kepribadian berbeda dengan teman sekelasnya. Artinya, ketika guru mampu membaca karakteristik individu pada tiap anak didiknya, maka guru tersebut secara otomatis mampu memberi asupan atau penerangan materi dengan jalan berbeda pada tiap siswanya, sehingga ilmu yang diajarkannya mampu diserap oleh tiap siswanya dengan baik.
Lanjutannya, berhasil atau tidaknya seorang guru bisa dinilai dari perkembangan dan prilaku siswa yang diajarnya. Pada hasil proses inilah seorang guru bisa dikatakan menjadi guru yang profesional. Selamat mengajar! []


BIOGRAFI
Nama                           : ENENG SRI SUPRIATIN, M.Pd.
Alamat                         : Perum Andalusia Garden Mangkubumi Tasikmalaya
Tempat, tanggal lahir   : Tasikmalaya, 18 Desember 1980
Pekerjaan             : Guru B. Indonesia ( MAN 1 Tasikmalaya ) Sukamanah     Tasikmalaya
Pendidikan                   : S2 (Pascasarjana IPI Garut)
No Hp                          :  081224976188   

Advertisement

Previous
« Prev Post

2 Komentar:

  1. Waw sangat bagus memberi inspirasi ... Teruskan bu Neng.

    ReplyDelete
  2. Terimakasih, alhamdulilah mendapatkan tambahan ilmu

    ReplyDelete

Followers