Home » » BANGGA MENJADI GURU IPS

BANGGA MENJADI GURU IPS


BANGGA MENJADI GURU IPS
Ai Riani Sofah, S.Pd*


*(Guru MTsN 2 Tasikmalaya)
     Siapa bilang menjadi guru IPS tidak berbobot, kurang bergengsi, atau  tidak keren? Siapa bilang mengajar IPS itu sangat mudah dan cetek? Siapa bilang belajar IPS hapalan melulu?

        Ungkapan  di atas merupakan sebagian cibiran miring dari orang-orang  nyinyir  yang menganggap  dirinya  superior dengan bidang ilmunya dengan merendahkan bidang ilmu lain.  Arogansi  keilmuan ini tidak membuat saya rendah diri (imperior), emang gue pikirin (EGP).  Malah sebaliknya, saya merasa bersyukur, bangga dan puas menjadi guru IPS tanpa harus membanding-bandingkan  dengan  bidang ilmu lainnya apalagi merendahkannya, mengapa?

Pertama,  bagi saya mengajar IPS adalah mengajarakan tentang kehidupan manusia hubungannya dengan sesama manuasia dan lingkungannya. Maksudnya, belajar IPS tidak semata-mata menghapalkan peristiwa, waktu, dan orang-orang terdahulu, tetapi lebih dari itu, ilmu ini mengajarkan peserta didik agar bijak menghadapi fenomena kehidupan. Mereka dapat mengambil pembelajaran  dan nilai- nilai kebaikan (hikmah) sebagai bekal hidup bermasyarakat. Di samping itu, ilmu ini membekali  mereka agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar  sehingga dapat memberi manfaat bagi kehidupan.

Kedua, mengajar IPS  dapat mendatangkan kepuasan jiwa dan kesenangan. Celotehan, tawa, keluguan anak baru gede (ABG), membuat saya tersenyum sekaligus dapat mencairkan kebekuan dan kekakuan hubungan saya dan murid-murid. Sapaan hangat, cium tangan dan sambutan riang di depan kelas dengan wajah ceria kerap menghiasai  hari-hariku. Saya merasa senang jika mereka -dengan tidak  meraca canggung menyampaikan perasalahan yang mereka hadapi, dan saya pun siap menjadi pendengar setia bagi mereka. Ketika saya berulang tahun, murid-muridku mengucapkan selamat sejahtera dan mendoakan kebaikan dengan memberi kado dan kue ultahnya. Kebahagiaan seorang guru, apabila  di antara murid-muridnya ada berhasil melebihi gurunya.

Ketiga, mengajar adalah melatih kesabaran. Saya pun manusia biasa yang terkadang tidak dapat mengendalikan  perasaan  dan emosi. Terkadang saya mengeluh ketika murid-murid saya tidak mau belajar  setelah berkali-kali diperingatkan. Di samping itu, saya juga  suka merasa jengkel jika mereka tidak mengerjakan PR, membuat kegaduhan  dan menggangu teman-temanya di kelas.  Masih ditemukan mereka datang terlambat, minggat atau sering tidak masuk kelas tanpa alasan yang jelas. Cara berpakaian dan berpenampilan mereka  yang tidak selayaknya anak sekolah terkadang membuat saya bosan menegurnya. Tetapi, saya yakin bahwa inilah ladang amal saleh dan bentuk pengabdian diri kepada AllAh SWT. Saya menyadari bahwa menanamkan pembiasaan yang baik itu perlu proses dan membutuhkan keikhlasan, kesungguhan dan kesabaran.

            Keempat,  mengajar bagi saya adalah suatu upaya untuk membelajarkan dan berpikir kritis. Saya banggga ketika  peserta didik dapat belajar dengan caranya sendiri dari berbagai sumber tanpa harus disuruh. Mereka juga didorong untuk dapat berpikir kritis sesuai dengan perkembangan kognitifnya.  Mereka senang apabila pembelajaran selalu dikaitkan dengan kontek kehidupan nyata.  Untuk itu, saya selalu mendorong mendorong mereka untuk belajar dengan menggunakan berbagai sumber informasi, tidak terbatas pada buku paket yang biasa digunakan di kelas. Demikian pula, supaya mereka terbiasa berpikir kritis, saya memberi pertanyaan dan soal-soal yang menantang pada lembar kerja. Di samping itu mereka didorong untuk berpikir mendalam tentang topik tertentu;   Mereka selalu didorong untuk berpikir kritis dan mampu menemukan jawaban berdasarkan pengalaman dan hasil refleksinya.

Kelima, mengajar IPS bagi saya, memengaruhi dan menginspirasi. Sejatinya, kata-kata, sikap, tindakan dan penampilan guru menjadi model bagi murid-muridnya. Semua yang nampak pada diri guru merupakan pendidikan yang tidak direncanakan secara langsung bagi murid, atau dalam istilah pendidikan disebut kurikulum tersembunyi (hidden curriculum).  Untuk itu, saya selalu menjaga diri dengan cara menjaga kata, sikap dan penampilan saya di kelas dan di luar kelas. Semua demi kelangsungan pendidikan murid-murid saya. 

Secara kebetulan,  di dalam angkutan kota ketika saya pergi berbelanja, saya bertemu dengan seorang mahasiswi tingkat akhir pada sebuah perguruan tinggi terkemuka di Bandung. Dia mengaku alumni sekolah tempat saya mengajar  10 tahun lalu. Lama tidak bertemu, saya pun lupa namanya, tapi wajahnya masih familiar. Sedikit bernostalgia, katanya dulu dia pernah ngefan atau mengidolakan saya sebagai guru favoritnya. Selanjutnya, dia mengatakan bahwa dirinya terinspirasi dengan gaya mengajar saya yang menggairahkan dan menyenangkan.  Bahkan, dia dulu bercita-cita ingin menjadi guru  seperti saya.  Alhamdulillah, dia sekarang sudah mengajar di sekolah di daerah kelahirannya, mengajar IPS juga.

Alhasil, saya bersyukur kepada Tuhan Yang maha Kuasa dan bangga menjadi guru sebagai sebuah karunia yang tak terhingga. Sebagai profesi yang mulia, guru bukan hanya bertanggungjawab mengajar, membimbing dan mendidik   tetapi lebih jauh, guru menyiapkan generasi masa depan bangsa yang bermutu. Oleh karena itu, tidak ada alasan menjadi guru IPS harus rendah diri. Wallahu’alam

Advertisement

Previous
« Prev Post

0 Komentar:

Post a Comment

Followers