Home » » BERSASTRA DAN PENGAYAAN PANDANGAN HIDUP

BERSASTRA DAN PENGAYAAN PANDANGAN HIDUP

BERSASTRA DAN PENGAYAAN PANDANGAN HIDUP

Oleh: Muhammad Helmi Aminudin*

*Stap Pengajar di
MTsN 1 Tasikmalaya
Sastra , ketika kita berbicara tentang sastra tentu tidak akan lepas dari budaya karena sastra merupakan produk dari budaya. Jan Van Luxemburg (1991 : 21) mengatakan bahwa setiap definisi sastra terikat pada waktu dan budaya, karena satra adalah hasil budaya. Jadi jelas bahwa ketika kita berbicara tentang sastra akan berbicara tentang budaya. Artinya sebuah sastra akan berkaitan dengan budaya dalam segala hal terutama ketika kita akan menginterpretasi dari sebuah karya sastra.

Pengertian sastra itu sendiri sangat jarang ada batasan yang tepat untuknya, karena setiap ada batasan tentang sastra maka hal itu kebanyakan hanya menekankan satu dari beberapa aspek. Kadangkala batasan yang diberikan itu terlalu kaku dan sempit atau bahkan terlalu luas sehingga memasukan berbagai hal yang bukan sastra.

Sastra dalam bahasa asing seringkali dikatakan sebagai Literature yang artinya segala sesuatu yang tertulis. Hal ini karena sastra memang dipublikasikan dalam bentuk tulisan. Sedangkan dalam bahasa indonesia Sastra berasal dari bahasa sansakerta. Akar kata Sas  dalam kata kerja turunan berarti “ mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi”. Akhiran tra  biasanya menunjukan alat, sarana. Maka dari itu Sastra berarti “ alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi, atau pengajaran”. A.Teeuw (1988 ; 21)
Mempelajari sastra berarti mempelajari kehidupan secara cerdas, efektif dan normatif. Korie Layun Rampan dalam Tjahyono (1987 ; 13)  mengatakan bahwa dengan mempelajari sastra, disamping menyajikan pikiran rasional juga dapat menajamkan intuisi.

Sejalan dengan pendapat tersebut penulis beranggapan bahwa sastra merupakan salah satu alternatif yang cukup baik untuk memperkaya akan pandangan kehidupan, karena seperti yang diungkapan diatas bahwa dengan bersastra akan  mendapatkan pemikiran yang rasional dan intuisi yang tajam. Intuisi artinya kita akan mampu memahami dan mengatahui sesuatu tanpa dipikirkan atau  dipelajari.

Selayaknya hari ini kita menyaksikan bahwa hari ini penyebaran tentang berita bohong atau hoax begitu mudah menyebar sebagi akibat dari kurangnya intuisi para pengguna media sosial, mengapa penulis mengatakan kurangnya intuisi? Karena jika intuisi mereka jalan tentu saja mereka akan berpikir dengan cepat bahwa segala sesuatu perlu ada klarifikasi bukan dimakan mentah mentah.

Berkaitan dengan masalah tersebut, penulis berasumsi bahwa sastra bisa dijadikan sebagai alat untuk melatih intuisi pembacanya yang akan memberikan latihan akan ketajaman kemampuan berpikir kritis dengan cepat sehingga pandangan hidupnya bertambah. Tjahyono (1987 : 40), mengatakan ada beberapa hal yang dapat diambil oleh seorang yang membaca sastra, yaitu sebagai berikut.

1. Pengi waktu luang.
2. Memperoleh hiburan.
3. Mendapatkan informasi.
4. Media pengembang dan pemerkaya pandangan kehidupan.
5. Memberikan pengetahuan sosio kultur.

Dalam hal ini penulis menyoroti poin ke empat tentang sastra sebagai media pengembang dan pemerkaya pandangan kehidupan. Penulis tertarik pada poin tersebut karena pada poin itu karya sastra dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran bagi pembacanya dengan mengambil hikmah dari sebuah karya sastra yang disajikan.

Manusia sebagai mahluk sosial tentu tidak akan lepas dari namanya sebuah interaksi, baik secara verbal maupun nonverbal. Dari interaksi ini akan memberikan sebuah dampak sosial yang cukup signifikan, manusia akan berubah pandangan hidup dia dari konsep yang satu ke konsep yang lainnya. Seperti contoh sahabat Rasulullah saw yang bernama Abu Bakar dia berubah konsep pandangan hidup Jahiliyahnya setelah bergaul secara langsung dengan nabi Muhammad saw, namun ada pula sahabat yang beriman bukan karena interaksi dengan Rasulullah saw. secara langsung, namun karena mendengar bahasa indah (yang merupakan ciri teks sastra) dari Alquran yang dibacakan oleh adiknya.

Jadi jelas bahwa sebuah karya sastra yang baik (walau alquran bukan karya namun wahyu) bukan hanya akan memperluas sebuah pandangan kehidupan, namun lebih jauh lagi bisa mengubah konsep dari kehidupan seseorang.

Hari ini dimana keberadaan media sosial sudah sangat mudah diakses oleh sebagian rakyat Indonesia, kita seakan menghadapi pisau bermata dua, yang apabila kita salah menggunakannya maka pisau tersebut justru akan melukai si pemakai pisau tersebut. Kebebasan yang dimiliki dan kemudahan akses justru dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab untuk membuat kegaduhan di negeri ini.

Intuisi seseorang yang terlatih untuk menganalisis sebuah informasi baik berupa teks ataupun nonteks maka tidak akan mudah terpengaruh dengan informasi yang belum tentu kebenarannya. Dia akan memilah dan memilih dari perkataan ataupun tulisan yang dibacanya mana yang merupakan fakta dan mana yang merupakan opini, hal ini sebagai efek dari luasnya pandangan kehidupannya yang bisa melihat sebuah informasi dari berbagai sudut pandang. Hal ini tentu berawal dari kemampuan daya analitik yang bagus yang mampu menangkap makna dari setiap teks dan ucapan.

Sebagai contoh penulis akan menyajikan kutipan puisi dengan judul Gadis Peminta-minta karya Toto Sudarto Bachtiar

Gadis Peminta-minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Dari puisi yang disajikan diatas, kita bisa merasakan nada keharuan penyair dari menangkap lambang, kiasan, bunyi, pilihan kata, dan unsur puisi yang khas untuk menggambarkan suasana sedih dan terharu. Menangkap hal tersembunyi dari sebuah puisi baik itu lambang ataupun kiasan membutuhkan kemampuan daya analisis yang cukup mendalam, seperti contoh mengungkap  kesengsaraan dan kelemahan yang dialami oleh seorang gadis dengan menerjemahkan makna lambang gadis kecil berkaleng kecil.

Seiring dengan terlatihnya seseorang menerjemahkan makna tersembunyi dari sebuah karya sastra maka akan semakin terlatih intuisinya dalam menangkap makna dari sebuah tulisan, ucapan, maupun peristiwa.

Tentu hal ini tidak berhenti disini, karena setelah manusia mampu mengetahui dan memahami apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan tentu manusia akan mampu untuk mengambil sebuah Ibrah (pelajaran) untuk kehidupannya. Dari pengalaman membaca puisi Gadis peminta-minta pembaca akan mendapatkan rasa empati, setelah rasa empati hadir di hatinya, maka dia akan mendapati pengalaman batin untuk dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi terutama kepada para peminta-minta.

Menjadikan karya sastra sebagai wahana menambah wawasan kehidupan patut dicoba di tengah maraknya penyebaran isu negatif dan konten yang tidak berkualitas yang sayang tidak mampu difilter dengan baik oleh sebagian warga karena ketidakmapuan untuk menangkap makna dari sebuah konten berita ataupun informasi. 
Advertisement

Previous
« Prev Post

0 Komentar:

Post a Comment

Followers