Kompetensi Supervisor Pendidikan


Kompetensi utama seorang supervisor terletak pada kemampuan personalnya. Mann (1965) mengidentifikasi persyaratan untuk semua supervisor, yaitu : teknikal, human, manajemen atau administratif. Ketiga kompetensi tersebut disebut gabungan keterampilan (skil mix). Dimensi teknikal berkaitan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan dalam melaksanakan Kurikulum dan sistem penilaiannya.
Keterampilan manajerial mencakup perencanaan, organisasi, staffing, pendelegasian tanggungjawab, pengarahan, dan pengendalian. Lima hal tersebut merupakan fungsi dari manajemen. Keterampilan manajerial supervisor mencakup kemampuan menghubungkan kerja unit dengan unit lain bagian dari lembaga pendidikan. Kerja unit ini bisa berupa hasil kerja guru satu dengan yang lainnya atau kerja dari staf administrasi sebagai pendukungnya.
Keterampilan human dalam supervisi merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain agar mau melakukan perubahan untuk perbaikan atau peningkatan. Untuk itu seorang supervisor harus mampu berkomunikasi dengan baik, termasuk kemampuan menyampaikan saran dengan baik, yaitu mudah dipahami. Jadi seorang supervisor harus menguasai pengetahuan tentang subtansi yang dipantau dan dievaluasi, memiliki keterampilan berhubungan dengan orang lain termasuk berkomunikasi, dan memiliki keterampilan dalam pengelolaannya.
Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang supervisor adalah sebagai berikut:
1.    Mampu melakukan supervisi sesuai dan teknik-teknik yang tepat.
2.    Mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan program pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat.
3.    Memahami dan menghayati, tujuan dan teknik supervisi.
4.    Menyusun program supervisi pendidikan.
5.    Melaksanakan supervisi pendidikan.
6.    Memanfaatkan hasil-hasil supervisi.
7.    Melaksanakan umpan balik dari hasil supervisi.

HALO KKG, MGMP APA KABAR?

Halo KKG, MGMP Apa Kabar?
Oleh: Asep Saepulmillah*

       Menjamurnya komunitas belajar (learning community)  merupakan fenomena masyarakat ýang melek saat ini. Animo ini didasari atas kesamaan visi, kebutuhan dan ketertarikan untuk mengembangkan aktualisasi dirinya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan  lingkungannya. Di samping itu, komunitas ini terbentuk atas dasar ikatan profesi, misalnya, yang populer di sekolah dan madrasah yaitu dengan kelompok kerja guru (KKG) untuk guru SD/MI dan musyawarah guru  mata pelajaran (MGMP) untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK.  Intinya, forum guru ini berfungsi sebagai wadah untuk pengembangan kompetensi dan  profesionalitas dalam pembelajaran.
       Kenyataannya, peran KKG dan MGMP masih belum optimal. Forum guru ini masih belum teratur dan tidak konsisten jika dikatakan sebagai wadah pengembangan keprofesian  berkelanjutan ( continuing professional development) atau PKB, Mengapa?  Karena terbukti, masih banyak guru yang menganggap bahwa PKB itu sifatnya pragmatis hanya untuk keperluan pemenuhan angka kredit atau untuk  kenaikan pangkat. Program yang digulirkan pemerintah ini belum menyentuh pada inti atau ruh KKG/MGMP yakni peningkatan mutu pembelajaran.
       Di samping bersifat pragmatis, keberadaan PKB di KKG/MGMP bersifat proyek. Karena  bersifat proyek maka yang dibidik oleh program tersebut masih belum merata, dalam hal ini adalah guru-guru sekolah negeri yang PNS, sedangkan guru sekolah/madrasah swasta harus bersabar dalam  dalam penantian. Artinya, mutu pendidikan masih didominasi oleh madrasah/sekolah negeri yang kesejahteraan  dan fasilitasnya  relatif mapan.
       Hasil kajian Analytical and Capacity Development Partnership  (ACDP), sebuah lembaga kemitraan Kemendikbud, melaporkan bahwa banyak guru tidak menerima program pengembangan profesional yang berkesinambungan.  Sedikit bimbingan praktik kerja oleh fasilitator eksternal,  kepala sekolah, pengawas maupun guru berpengalaman. 
      Diakui dengan menggunakan metode berjenjang pembinaan guru inti kemudian disebarkan kepada guru lain dirasa kurang efektif. Di sini, pentingnya kegiatan jangka panjang berbasis kerja kelompok (teamwork). Oleh karena itu diperlukan optimalisasi atau revitalisasi KKG, MGMP.
      MGMP sebenarnya merupakan organisasi  yang sangat strategis untuk mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme  guru. Namun berdasarkan peņgamatan penulis terhadap organisasi yang lahir lebih dari 2 dasawarsa ini,  kinerjanya belum optimal karena kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya belum memenuhi kebutuhan para guru untuk meningkatkan profesionalisme mereka.
       Beberapa faktor yang memengaruhi pasang surutnya peran KKG/MGMP, diantaranya ukuran organisasi yang masih terlalu besar, manajemen yang belum matang, ketersediaan anggaran yang belum mencukupi, serta dukungan para stakeholder yang dirasa masih kurang. Di samping itu, pembentukan MGMP  dan pelaksanaannya sebagian masih formalitas dan tuntutan birokrasi sehingga tidak terkelola secara mandiri.
     MGMP belum memberikan hasil yang signifikan bagi pengembangan kualitas kompetensi guru. Studi yang dilakukan oleh world bank bahwa hanya 50% guru yang terhimpun dalam KKG/ MGMP, dan hanya 40%  yang mendapatkan pengetahuan terkait materi ajar dan praktik mengajar. 33% guru di KKG dan 32% di MGMP yang mendapatkan pengetahuan terkait dengan riset tindakan kelas. (PR, 10/6/2016). Melihat kondisi seperti ini keberadaan MGMP tampak mati suri.
     Sejatinya KKG, MGMP menjadi jaringan alternatif  yang mengorganisasikan guru untuk bertemu secara berkala. Mengapa? karena forum ini merupakan jalur yang paling banyak  dan mudah ditempuh guru dalam menerima program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Untuk memberikan akses yang mudah bagi guru, pembentukan KKG/MGMP  tidak hanya di tingkat kabupaten/kota, tetapi dapat dibentuk di tingkat wilayah atau zona, yaitu gabungan  beberapa sekolah/madrasah terdekat baik di satu kecamatan atau  beberapa kecamatan. 
       Muatan yang disajikan KKG/MGMP melalui program kegiatan semestinya dapat menyentuh pada kebutuhan guru secara aplikatif di kelas. Sejauh ini, kegiatan kelompok dan musyawarah guru hanya  seputar masalah klasik dan konvensional, seperti perangkat administrasi, belum menyentuh aspek  metodologi dan evaluasi. Padahal, dengan penguasaan kompetensi praktis seperti pendekatan, metode dan penilaian pembelajaran dapat mendorong guru mengetahui pola mengajar di kelas. Dengan demikian, guru mampu meningkatkan mutu proses dan hasil  pembelajaran.
       Simulasi praktik mengajar berdasarkan skenario pembelajaran yang dirancang bersama di KKG/MGMP dapat memberi pelajaran yang efektif bagi guru.  Guru dapat melakukan evaluasi dan refleksi atas simulasi praktik mengajar, - yang dilakukan dengan teman sejawat ( peer teaching) maupun dengan peserta didik di kelas  yang senarnya ( real teaching), untuk perbaikan pembelajaran.  Perbaikan pembelajaran selanjutnya dilakukan berdasarkan bukti penelitian dan  data.
       Disamping muatan tentang penguasaan metodologis, guru di KKG diharapkan proaktif merespon isu-isu aktual yang berkembang di dunia pendidikan saat ini. Misalnya, bagaimana kumpulan guru ini  menyikapi perubahan paradigma pembelajaran era milenial, era transformasi digital 4.0, 5.0, 6.0 dan seterusnya. Tantangan terbesar pembelajaran era ini bukan hanya diskusi tentang apa yang akan diajarkan (subject matters) tetapi mempersiapkan  peserta didik mampu menerapkan cara belajar dan meraih informasi serta memanfaatkannya dalam kehidupan.
       Kebijakan pemerintah sekarang mulai fokus untuk mengembangkan keterampilan abad 21 yang meliputi keterampilan berpikir kritis (critical thinking) dan pemecahan masalah (problem solving), kolaborasi (collaboration), komunikasi (communication), dan kreativitas (creativity).   Pengembangan literasi, penguatan karakter dan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills)  dalam pembelajaran juga  menjadi subjek diskusi dan diseminasi aplikatif antar guru di forum ini.
        Pembelajaran abad 21 dengan karakteristik di atas hanya bisa dicapai jika guru diberikan kemampuan untuk mengajar keterampilan tersebut secara efektif. Oleh karena itu semestinya KKG/ MGMP  menjadi kerangka dan wadah yang efektif untuk memfasilitasi pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan.
       Saat ini geliat guru untuk membangkitkan kembali peran ĶKG/MGMP makin melemah dengan berbagai alasan. Di sisi lain, banyak guru yang bersemangat ingin mengembangkan kompetensi profesionalismenya melalui melalui komunitas belajar yang tepat. Mereka membutuhkan wadah pertemu, baik yang langsung  maupun tidak langsung melalui akses media jejaring. Untuk itu, guna menguatkan kembali (revitalisasi) gairah kumpulan musyawarah para guru ini dibutuhkan dukungan dari manajemen sekolah dalam hal perizinan dan penganggaran sekolah/madrasah.
       Disamping itu, kelompok musyawarah guru ini  diharapkan mampu mengemas  program yang up- to-date sesuai dengan kebutuhan guru dalam pembelajaran milenial; juga mampu memanfaatkan anggaran yang disediakan  pemerintah untuk peningkatan mutu melalui  program pengembangan profesi berkelanjutan;  atau membangun kerja sama dengan pihak perusahaan dalam pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Jadi, ungkapan pertanyaan pada judul di atas bisa terjawab: "KKG/MGMP Insya Allah sukses, sehat, tetap semangat, alhamdulillah".

*Pengawas Madrasah Kemenag Kab. Tasikmalaya,  Learning Trainer and Consultant, Pembina MGMP Bahasa Inggris MTs, Kab.Tasikmalaya.

LARA HATI

Lara Hati
Karya: Agus Nana Nuryana, M.M.Pd.*

Mencoba menjawab rasa
Menelusuri kepenasaran yang lama tak terjawab,
Menyusuri jalan berliku nan berpasir,
Mencari ruang tuk menyimpan tanya.

Jalan terjal tlah terlalui,
Mengguncang hati yang seolah tak mengerti,
Gemetar badan mengiringi pacu kemudi,
Yang terus dipaksa untuk jalani hari.

Sepanjang jalan alam berseri,
Menyambut mata yang terbelalak menyaksikan eloknya mentari,
Sang petani asyik meracik bumi,
Menghamparkan tanah bak karya seni.

Ingin rasanya terjal ini berlalu,
Berganti halus nan menyentuh kalbu,
Tuk menghantar asa yang lama berlalu,
Berganti indah bak nyanyian syahdu

ANN
28012019
11.38



*Guru Matematika di MTs Cijangkar Ciawi, blog pribadi bisa dikunjungi http://www.agusnananuryana2.blogspot.com dan Pembina ekskul Jurnalistik MTs Cijangkar, blog bisa dikunjungi http://www.jurnalistikmtscijangkar.blogspot.com

*Penulis juga aktif sebagai pegiat Literasi Madrasah dan saat ini mengelola sebuah komunitas yang bernama KALIMAH (Komunitas Aktivis Literasi Madrasah). Website KALIMAH bisa dikunjungi melalui http://www.gokalimah.com


Selain itu penulis juga tercatat sebagai anggota PERGUMAPI (Perkumpulan Guru Madrasah Penulis). Website PERGUMAPI bisa dikunjungi melalui http://www.pergumapi.or.id

Penulis juga aktif di komunitas Gumeulis (Guru Menulis) Tasikmalaya

Hakikat Pendidikan dalam Islam


Hakikat Pendidikan dalam Islam
Oleh : Oo Hanafiah, M.Ag

Pendidikan pada hakikatnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang  yang bertanggung jawab, baik secara formal , informal atau nonformal, dalam hal ini pendidikan Islam bertujuan agar siswa memiliki ilmu pengetahun dan ketrampilan dalam rangka berbuat baik sesama manusia, beribadah kepada Allah, dan semakin dekat dengan Allah, disamping itu siswa diharapkan tidak hanya belajar nilai-nilai moral saja, akan tetapi dapat memberikan makna nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang Islami.18 Dalam hal ini, Maragustam mengungkapkan dalam bukunya bahwa belum ada kesepakatan secara pasti dari para ahli tentang kata yang tepat untuk memberi gambaran tentang pendidikan, ada yang memaknai dengan kata ta’lim, tarbiyah dan juga ta’dib. Perbedaan tersebut pada prinsipnya karena perbedaan pendekatan yang mereka gunakan, ada yang mendekatinya dari segi bahasa, segi konteks kedudukan kata dalam rangkaian kalimat-kalimat Al-Qur’an dan Hadits, dan ada pula pemilihan ayat atau hadits yang sesuai dari kata ta’lim, tarbiyah dan ta’dib. Berkaitan dengan pemaknaan kata ta’lim, tarbiyah dan juga ta’dib, terdapat beberapa ayat-ayat yang bisa dijadikan referensi dalam menentukan hakikat
pendidikan Islam, diantaranya:

a) Ayat-ayat tentang Ta’lim
Artinya : Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana (Al-Baqarah : 129)

Artinya : Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayatayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Alkitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (Al-Baqarah : 151)

Artinya : Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Al-Jumu’ah : 2)

Artinya : Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, hikmah, Taurat dan Injil (Ali Imran : 48)

Dari empat ayat di atas, Syekh Nawawi menafsirkan bahwa membacakan dalam ayat ini bukan hanya sebatas membacakan saja, akan tetapi membacakan dengan mengarahkan manusia kepada iman, sedangkan makna mengajarkan (ta’lim)Al-kitab, Nawawi memberikan makna yang lebih luas, yaitu mengajarkan dan memahamkan nilai-nilai dari ajaran tersebut serta bagaimana
mengimplementasikan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Maragustam menjelaskan lebih jelas, yang juga dikutip dari tafsir karangan Syekh Nawawi bahwa proses ta’lim dalam Islam mencakup transfer (pemindahan) ilmu, nilai dan metode dan trasformasi (hal-hal yang diterima peserta didik itu menjadi miliknya dan dapat merubah serta membentuk pribadinya). Karena dalam mengajarkan tilawah Al-qur’an dan sunnah tidak terbatas pada bahwa nabi
Muhammad SAW menyuruh umatnya untuk sekedar membaca Al-qur’an, akan tetapi juga mengajari mereka kandungannya yakni perintah dan larangan, mengimani kebenarannya dan mengingatkannya dengan menunjukkan berbagai bukti-bukti kebesaran Allah. Cara membaca seperti ini tentu tidak sekedar dapat membaca Al-quran dengan tajwid, melainkan membaca dengan perenungan dan berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah.
Jadi makna (Ta’lim) yang terkandung dalam ayat ini adalah suatu kegiatan pengajaran yang bersumberkan kepada ajaran agama yang berisi nilai-nilai keagamaan yang mana ajaran tersebut hendaklah di terapkan dalam kehidupan seseorang.
Artinya: Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (Al-A’raf : 96)

Dalam ayat ini Syekh Nawawi menjelaskan bahwa berkah dari Allah akan diturunkan kepada hamba mereka yang beriman dan bertaqwa, dan Allah akan menggantikan nikmat mereka dengan siksaan manakala mereka mendustakan ayat-ayat Allah, dan itu semua adalah akibat daripada perbuatan yang mereka kerjakan.
Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa Pendidikan menurut Syekh Nawawi tidak cukup dengan pengajaran saja, akan tetapi bagaimana mengimplementasikan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari, yang mana itu semua berasaskan pada nilai keimanan dan ketaqwaan, sehingga pendidikan tersebut membawakan berkah yang melimpah.
b) Ayat-ayat tentang Tarbiyah
Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al-Isra’ : 24)

Artinya: Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama Kami beberapa tahun dari umurmu (As-Syu’araa’: 18)
Dalam ayat ini tarbiyah lebih ditekankan kepada pendidikan anak diwaktu kecil, Syekh Nawawi menafsirkan ayat pertama sebagai perintah bahwa kita wajib berbuat baik kepada kedua orang tua kita dan juga mendoakannya walaupun hanya lima kali dalam sehari, karena kedua orang tua kitalah yang telah mendidik kita dari kecil hingga dewasa.24 Di ayat kedua lebih ditekankan bahwa pendidikan anak mulai kanak-kanak, hal tersebut ditafsirkan oleh Nawawi bahwa Nabi Musa diasuh oleh Fir’aun dari kanak-kanak dirumah Fir’aun sampai umur 30 tahun, dan ada juga yang berkata 15 tahun diasuh dirumahnya Fir’aun.

c) Dalam ayat yang menerangkan tentang Ta’dib, Nawawi menafsirkan Ayat 6 dalam surat At-Tahriim yang berbunyi Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, ‘allimuu ajarilah dirimu dan istrimu serta anakmu untuk berbuat kebaikan, dan Addibuu (didiklah istrimu serta anakmu dan setiap orang yang masuk dalam tanggunganmu tentang kebagusan akhlaq), dengan cara menyuruh mereka untuk berbuat kebaikan dan melarang mereka untuk berbuat kejahatan, hal itulah yang menyelamatkan kamu dari api neraka.

PENDAFTARAN ANGGOTA KALIMAH

PENDAFTARAN ANGGOTA KALIMAH


Silahkan klik link di bawah untuk mengisi data anggota




STRATEGI ORGANISASI DAN PENINGKATAN KINERJA PROFESSIONAL GURU MADRASAH

STRATEGI ORGANISASI DAN PENINGKATAN KINERJA PROFESSIONAL GURU MADRASAH
Oleh: Rusman Faoz*

*Pengawas Madrasah Kabupaten Tasikmalaya 
A.    Rasional
Menjadi realitas sosial bahwa manusia berkumpul dengan manusia lain yang memiliki visi, misi yang sama. Kemudian mereka saling mengikat dan bekerja sama dalam suatu wadah yang disebut organisasi untuk mewujudkan visi-misinya melalui pencapaian tujuan-tujuan perantara maupun tujuan akhir (gool/ultimate aim). Dikalangan guru madrasah telah lahir berbagai organisasi, baik yang langsung di bawah binaan kementerian agama seperti Kelompok Kerja Guru (KKG) madrasah danMusyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Kepala Madrasah (K3M), maupun organisasi non struktural yang memiliki keterikatan kuat dengan madrasahseperti Perkumpulan Guru Madrasah Indonesia (PGMI), Komunitas Aktifis Literasi Madrasah (KALIMAH), Ikatan Guru Raudhatul Athfal (IGRA) dan organisasi lainnya.
Setiap organisasi tentu memiliki strategi guna mewujudkan visi, misi dan tujuannya. Namun demikian dalam realitanya tidak sedikit organisasi yang gugur akibat lemahnya strategi organisasi. Permasalahan inilah yang akan dikaji dalam tulisan ini, dikaitkan dengan peningkatan kinerja profesional guru madrasah. Dimana peningkatan kinerja profesional guru madrasah menjadi urgen dalam pencapaian madrasah yang berkualitas. Permasalahan berikutnya, apa kaitan strategi organisasi dengan peningkatan kinerja profesional guru madrasah? Hal ini akan terjawab pada uraian berikutnya, setelah sajian tentang landasan teori dan konsep strategi organisasi dan peningkatan kinerja profesional dijelaskan.

B.     LandasanTeoriStrategiOrganisasi dan PeningkatanKinerjaProfesional

Strategi Organisasi dan peningkatan kinerja profesional dilandasi oleh teori modern (Analysis system theory). Teori ini muncul pada tahun 1950 sebagai akibat ketidakpuasan dua teori sebelumnya yaitu klasik dan neo klasik.Teori Modern sering disebut dengan teori “Analysis System” yang memadukan antara teori klasik dan neo klasik. Teori Organisasi Modern melihat bahwa semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan yang saling bergantung dan tidak bisa dipisahkan. Organisasi bukan sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil, akan tetapi organisasi merupakan sistem terbuka yang berkaitan dengan lingkungan dan apabila ingin bertahan hidup maka ia perlu beradaptasi dengan lingkungan.Adaptasidenganlingkungankerjamembutuhkanpeningkatankerja professional.
Pendekatan sistem memandang bahwa organisasi sebagai sistem yang dipersatukan dan diarahkan dari bagian-bagian yang saling berkaitan. Chester I Barnard menjelaskan dalam “the functions of the executive” bahwa tugas manajer adalah menyarankan pendekatan sistem sosial komprehensif dalam aktifitas “managing”.Bagian-bagian tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, merupakan satu kesatuan utuh yang saling terkait, terikat, mempengaruhi, membutuhkan, dan menentukan. Oleh karena itu harus disadari bahwa perubahan satu komponen akan berpengaruh terhadap komponen-komponen lainnya. Dengan demikian berpikir dan bertindak system berarti tidak memandang komponen secara parsial, tetapi saling terpadu satu sama lain secara sinergi.
System yang sinergi adalah bagian-bagian bekerja dengan serius dalam tatanannya dan menyadari secara penuh dan bertanggung jawab terhadap kemajuan system secara umum.Sinergi berarti bahwa keseluruhan lebih besar daripada jumlah dari bagian-bagiannya, sebab sistem memiliki makna (1) suatu system terdiri atas bagian-bagian yang saling terkait satu dengan yang lainnya, (2) bagian-bagian yang saling hubung itu dapat berkerja dan berfungsi secara independent atau bersama-sama, (3) berfungsinya bagian-bagian tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan umum dari keseluruhan (sinergi), (4) suatu system yang terdiri atas bagian-bagian yang saling terhubung tersebut berada dalam suatu lingkungan yang kompleks.

C.    Konsep Strategi Organisasi dan Peningkatan Kinerja Profesional 

1.      KonsepStrategi
Strategi mencerminkan kesadaran organisasi mengenai bagaimana, kapan, dan dimana ia harus berbuat; bersaing melawan siapa; dan untuk maksud (purpose) apa. Hal demikian harus dikelola melalui manajemen strategi, yakni proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. Manajemen strategis mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu usaha untuk mencapai tujuan organisasi (Wikipedia).
Dalam dunia bisnis, istilah strategi menunjukkan “rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.”Strategis dalam kajian ini dimaknai sebagai proses untuk membantu organisasi dalam mengidentifikasi apa yang ingin dicapai, dan bagaimana seharusnya mencapai hasil yang bernilai. Dengan menggunakan strategi, organisasi dapat memahami kekuatan bersaing dan mengembangkan keunggulan kompetitif berkelanjutan secara sistematis dan konsisten.
Strategi pada hakikatnya merupakan rencana tindakan yang bersifat umum, berjangka panjang (berorientasi ke masa depan), dan cakupannya luas. Oleh karena itu, strategi biasanya dirumuskan dalam kalimat yang kandungan maknanya sangat umum dan tidak merujuk pada tindakan spesifik atau rinci. Namun demikian, dalam manajemen  strategi tidak berarti bahwa “tindakan rinci dan spesifik” yang biasanya dirumuskan dalam suatu program kerja tidak harus disusun. Sebaliknya, program-program kerja tersebut harus direncanakan pula dalam proses manajemen strategi dan bahkan harus dapat dirumuskan atau diidentifikasi ukuran kinerjanya. Kegagalan dalam merumuskan ukuran kinerja, seringkali menjadi penyebab kegagalan organisasi dalam mencapai misinya.
Tidak hanya organiasi besar yang perlu mengembangkan manajemen strategis, tetapi organisasi kecilpun sebaiknya dikelola dengan menggunakan manajemen strategis. Manajemen strategis merupakan sekumpulan keputusan dan tindakan yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi. Dengan demikian manajemen strategis melibatkan pengambilan keputusan berjangka panjang dan unik serta berorientasi masa depan dengan membutuhkan sumberdaya yang besar dan partisipasi manajemen puncak. Manajemen strategis merupakan proses tiga tingkatan yang melibatkan para perencana profesional, fungsional dan pendukung
Terdapat delapan langkah dalam proses manajemen strategis yaitu:
a.       Mendefinisikan visi, misi dan tanggungjawab sosial,
b.      Menganalisis lingkungan eksternal,
c.       Menganalisis lingkungan inter­nal,
d.      Memilih tujuan dan sasaran,
e.       Mengembangkan strategis organisasi,
f.       Merinci rencana program,
g.      Mengimplementasikan rencana program,dan
h.      Mengumpulkan umpan balik serta menguji pengendalian

2.      Konsep Organisasi

Organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relative dapat diidentifikasi, bekerja atas dasar yang relative, terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama.Organisasi juga terdiri dari sub sistem yang saling berhubungan, jika satu sub sistem memiliki kinerja yang buruk maka akan timbul permasalahan dalam mencapai tujuan organisasi. Organisasi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari aneka macam elemen atau sub sistem. Masing-masing sub sistem saling berinteraksi dalam upaya mencapai sasaran-sasaran atau tujuan-tujuan organisasi. Diantara sub sistem organisasi, manusia merupakan sub sistem terpenting dan menentukan dalam mencapai tujuan. Pencapaian tujuan organisasi sangat penting, sebagai bukti prestasi organisasi. Tujuan organisasi menentukan kebijakan organisasi.Dalam siklus perjalanan organisasi tidak terlepas dari kendala,oleh karena itu perlu dicari alternative dalam memperbaiki suatu organisasi agar berubah kearah yang lebih baik sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan bersama.
Sebagai wadahorganisasi adalah wahana yang di dalamnya tersusun permanen tanpa meninggalkan sifat keluwesan, terdapat kegiatan administrasi dan manejemen. Keluwesan ini diperlukan agar dimungkinkan terjadinya perubahan dalam upaya penyesuaian dan pengembangan sistem informasi dan teknologi. Akan tetapi untuk tidak mudah berubahorganisasi perlu disusun berdasarkalandasan yuridis, realitis dan objektifserta pertimbangan faktor-faktor internal dan eksternal organisasi.

3.      KonsepKinerja

Kinerja adalah hasil kerja, baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Kinerja atau performance juga berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan, oleh karena itu performance sering  juga diartikan penampilan kerja atau prilaku kerja.
Secara definitif Bernandin dan Russell mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Kinerja seseorang didasarkan pada hasil penilaian. Penilaiankinerjaadalahmenilairasiohasilkerjanyatadaristandarkualitasmaupunkuantitas yang dihasilkan setiap karyawan. Menurut Andrew F. Sikula dalam Hasibuan (2005), penilaian kinerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan. Dale Yoder mendefinisikan penilaian kinerja sebagai prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai.

4.      KonsepProfresional

Professional berasal dari bahasa Latin, yaitu Profesia yang berarti pekerjaan, keahlian, jabatan.   Komarudin (2000: 205), mengatakan bahwa Terminologi professional melahirkan teriminologi baru, yakni profesionalisme. Yaitu sebagai komitmen untuk ide-ide professional dan karier. Secara operasional, Syaiful (2002: 199) menegaskan bahwa profesionalisme memiliki aturan dan komitmen jabatan keilmuan teknik dan jabatan yang akan diberikan kepada pelayan masyarakat agar secara khusus pandangan-pandangan jabatan dikoreksi secara keilmuan dan etika sebagai pengukuhan terhadap profesionalisme. Profesionalisme tidak dapat dilakukan atas dasar perasaan, kemauan, pendapat atau semacamnya, tetapi benar-benar dilandasi oleh pengetahuan secara akademik dan keterampilan yang teruji. Professional harus dapat membedakan mana ilmu yang esensial berkaitan dengan disiplin ilmunya dan tidak esensial sesuai dengan tuntutan professional. Professional harus mereduksi lama pendidikan untuk memberikan kualifikasi bagus tanpa mengurangi standar dan metodologi yang tepat, pengalamansesuai keilmuan, dan menyeleksi ilmu yang diberikan.

D.    StrategiOrganisasidalamPeningkatanKinerjaProfesional Guru Madrasah

Sejalan dengan teori sistem, bahwa semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan yang saling bergantung dan tidak bisa dipisahkan serta berkaitan dengan lingkungan. Dalam kondisi demikian, strategi organisasi akan memiliki ketergantungan terhadap kinerja pengurus, anggota organisasi, dan lingkungan dimana organisasi itu berada. Misalnya KKG/MGMP, K3M, Pokjawas, PGMI, IGRA, KALIMAH merupakan organisasi yang ada dalam satu lingkungan “Madrasah”. Meskipun dimensi kerjanya berbeda, tetapi memiliki sekurang-kurangnya satu dimensi yang sama, yaitu meningkatkan profesionalitas guru. Dalam kondisi seperti itu jelas pengurus organisasi-organisasinya perlu menerapkan strategi yang dapat mensinergikan faktor lingkungan eksternal. Inilah kaitan pertama antara strategi organisasi dengan peningkatan kinerja profesional guru madrasah.
Kaitan kedua terdapat pada strategi organisasi yang dipilih oleh masing-masing organisasi tersebut, khususnya strategi organisasi fungsional. Strategi tingkat fungsional mengarahkan kegiatan dalam bidang fungsional (keuangan, pemasaran, penelitian dan pengembangan, SDM, produksi) untuk beroperasi yang mendukung setiap unit organisasi. Strategi ini menjawab pertanyaan seperti “Bagaimana dapat mengaplikasikan keahlian fungsional untuk mendukung strategi terbaik dari tingkatan unit organisasi?
Ada empat tipe strategi yang dapat digunakan pada berbagai tingkatan organisasi yaitu:

1    1. Strategi Pertumbuhan

Strategi ini berusaha meningkatkan ukuran organisasi dan ekspansi. Strategi ini sangat dikenal karena hampir semua organisasi menginginkan adanya pertumbuhan dalam kehidupan organisasinya dalam jangka panjang. Pertumbuhan organisasi dapat terjadi dengan beberapa cara seperti: a) Berkembang secara internal melalui konsentrasi, yaitu menggunakan kekuatan yang ada untuk memperbaharui dan meningkatkan produktifitas, tanpa menanggung resiko yang besar; b) Diversifikasi, melakukan akuisisi baru yang berhubungan atau tidak dengan usahanya atau melakukan investasi spekulasi yang baru(integrasi vertical, integrasi horizontal, diversifikasi ahli dan kemitraan).

2.Strategi Bertahan

Strategi bertahan dilakukan dalam rangka mengurangi skala operasi untuk kepentingan efisiensi dan meningkatkan kinerja. Strategi bertahan dapat dilakukan dengan cara kembali pada tujuan utama dengan mengabaikan tujuan lain yang kurang berhubungan dengan tujuan utama sebagaimana direncanakan pada awal pendirian organisasi.
Menurunkan ukuran dengan mengurangi biaya dan restrukturisasi untuk mengembangkan operasi yang efisien, melepaskan bagian organisasi yang tidak efektif dan mengganti bagian-bagian yang sudah tidak berfungsi.

3. Strategi Stabilitas

Strategi stabilitas merupakan strategi jangka pendek di karenakan dalam strategi ini organisasi tidak melakukan pengembangan, hanya memberikan waktu “istirahat” dan mempersiapkan diri kembali menghadapi persaingan ke depan. Strategi dengan tetap menjalankan kegiatan pada saat ini dengan mengurangi tekanan untuk pertumbuhan dan tanpa komitmen pada beberapa perubahan operasi utama. Strategi untuk organisasi yang dapat melakukan kegiatan dengan sangat baik dalam menghadapi lingkungan, resiko rendah yang dapat dihadapi dan melakukan konsolidasi yang diperlukan dengan strategi-strategi yang terlibat.
4. Strategi Kombinasi

Dalam waktu yang sama melakukan kombinasi dari beberapa strategi, untuk menghadapi perubahan lingkungan yang dinamis dengan tingkat persaingan tinggi, dimana kondisi organisasi beroperasi secara kompleks. Bagi organisasi yang memiliki berbagai macam bidang dengan konsidi internal dan eksternal yang berbeda-beda, maka diperlukan penanganan yang berbeda-beda pula dalam mengatasi permasalahan. Sehingga salah satu strategi diatas dijalankan pada sebagian usaha, sedangkan bagian lainnya dengan strategi yang lain. Strategi ini dibutuhkan ketika organisasi berada pada situasi usaha global, dinamis ataupun perkembangan teknologi yang cepat.

E.     PengembangankeDepan

Pengambangan strategi organisasi dan peningkatan kinerja professional perlu didukung oleh dengan berbagai komponen dan oleh semua orang yang terlibat di dalamnya. Pendekatan profesionalisme sangat diperlukan. Dewasa ini kesempatan terbuka bagi warga organisasi untuk memperoleh pengetahuan dan kemampuan/keterampilan tambahan yang dibutuhkan guna menunjang profesionalisasi. Pengembangan profesional membutuhkan kesadaran diri untuk menjadi lebih baik. Tidak mungkin jika hanya mengandalkan program-program pemerintah melalui pendidikan dan pelatihan, melainkan perlu dilakukan penguatan oleh organisasi-organisasi profesi, sehingga anggota organisasi profesi memiliki kinerja yang meningkat.
Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan dalam pengembangan jabatan tersebut. Tiap jalan menawarkan kesempatan-kesempatan bagi wargaorganisasi yang bermotivasi kearah penambahan kemampuan profesional mereka. Upaya-upaya penyiapan dan pembinaan mencakup kegiatan-kegiatan sebagi berikut : perlu dilakukan pelatihan dalam jabatan agar mereka memiliki Visi dan Wawasan yang benar, menguasai Keterampilan Teknis yang diperlukan untuk menjalankan tugas pada organisasi, dan memiliki kualitas pribadi sesuai dengan tuntutan profesinya.

Bahan Bacaan
Abdurrahman Fathoni. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Agustini, D. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi dan Iklim Kerja terhadap Kinerja Widyaiswara di PPPG Tertulis Bandung, Tesis, Bandung, PPS UNWIM.
David Fred R .”Manajemen Strategis Konsep”, Salemba Empat: Jakarta. Tanpa tahun.
Gibson, L., James, Ivancevich, M., John, Donnelly, H., James. 2006.Organisasi. Perilaku, Struktur dan Proses.  Terjemahan. Binarupa Aksara . Jakarta.
Muhammad, Suwarsono.2000.Manajemen Strategik: Konsep dan Kasus. Yogyakarta:UPP AMP YKPN.
Nawawi,Hadari. 2005);Manjemen Strategi, Gadjah Mada Pers: Yogyakarta
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.

Stephen P. Robbins. 1994.Teori Organisasi, struktur, Desain & Aplikasi. Edisi 3. (Alih Bahasa Yusun Udaya). Jakarta: Arcan. 

HAB KEMENAG DAN PROBLEMATIKA MADRASAH

        HAB KEMENAG DAN PROBLEMATIKA MADRASAH*
Oleh : Ai Riani Sofah**

    Empat bulan lebih setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya, terjadi perdebatan sengit dalam sejarah antara ulama yang mewakili umat Islam dan kaum sekuler nasionalis. Perdebatan ini membahas penting atau tidaknya membentuk kementerian yang mengurus keumatan, akhirnya lahirlah kementerian agama, dulu namanya departemen agama, masuk dalam kabinet.

     Kementerian hasil perjuangan umat Islam ini alhamdulillah sampai saat ini masih bertahan dan dipertahankan. Meskipun tidak sedikit kelompok yang merongrong bahkan ingin membubarkannya, kementerian yang tumbuh dari rahim bangsa yang religius ini tetap melakukan kiprahnya dalam membangun bangsa.

       Januari 2019 kementerian agama genap berusia 73 tahun, hari jadi ini lebih populer dikenal sebagai Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama Republik Indonesia. Sejak kelahiran Republik ini, usia di atas 70 tahun kementerian agama diharapkan lebih dewasa dan berpengalaman dalam membentengi dan mengawal pembangunan sumber daya insani, terlebih dalam mendukung revolusi mental yang diusung pemerintah saat ini.

        Revolusi mental yang dicanangkan pemerintah tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan satuan pendidikan madrasah. Satuan pendidikan di bawah binaan kemenag ini meliputi 4 jenjang yaitu: Raudhatul athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah ( MTs) dan Madrasah Aliyah ( MA). Dari keempat jenjang tersebut. Dari sekian banyak lembaga pendidikan binaan kemenag, sedikit sekali yang diselenggarakan oleh pemerintah (status negeri), bahkan tidak ada satu pun RA yang berstatus negeri.

         Mayoritas satuan pendidikan binaan kemenag diselenggarakan oleh masyarakat (status swasta). Dengan segala keterbatasannya, madrasah telah banyak berkiprah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberi kontribusi besar dalam membina generasi bangsa yang beradab. Pembangunan manusia berkarakter, berbudaya dan beradab sangat dibutuhkan bangsa ini agar mampu menghadapi problematika dan distrupsi kemanusiaan abad milenial dan era revolusi industri 4.0. Manusia berkarakter bangsa Indonesia dibangun melalui 5 pilar utama, yaitu religiusitas nasionalisme, mandiri, integritas dan gotong-royong. Di sini peran madrasah menjadi sangat penting sebagai perisai mental kemanusiaan dan peradaban.

       Sejatinya, meningkatnya jumlah madrasah di bawah binaan dan pengawasan kemenag, terutama madrasah yang diselenggakan mayarakat, selayaknya menjadi kekuatan yang ampuh untuk mewujudkan bangsa yang beriman, cerdas, terampil, sehat jasmani dan rohani, demokratis dan bertanggung jawab sebagaimana yang diamanatkan oleh pendidikan nasional. Tetapi pada kenyataannya, masih banyak ditemukan kesenjangan yang terjadi di madrasah, di antaranýa masalah kesejahteraan, mutu guru dan tata kelola madrasah.

Rendahnya Kesejahteraan Guru 

      Sungguh beruntung guru madrasah --terutama madrasah swasta, yang sudah mendapat tunjangan profesi, meskipun dibayarkannya sering tidak menentu. Di sisi lain, masih lebih banyak guru yang belum mendapatkan tunjangan tersebut terutama di sejumlah madrasah swasta. Dalam menjalankan kegiatannya, kebanyakan madrasah swasta mengandalkan bantuan operasional sekolah ( BOS) dari APBN, termasuk untuk gaji guru.

       Jika dana BOS tidak lancar, dengan terpaksa gaji guru ditangguhkan sampai dana tersebut turun. Bisa dibayangkan jika mereka harus menghidupi keluarganya dan kebutuhan lain seperti membayar setoran rumah, leasing kendaraan dan yang lainnya hanya mengandalkan gaji yang diterimanya. Bisa dipahami jika mereka tidak mempunyai dana untuk mengembangkan profesi dan meningkatan mutu pembelajaran. Untuk diangkat menjadi pegawai negeripun sekarang sangat sulit dengan berbagai macam persyaratan yang ketat. Jadi soal kesejahteraan guru madrasah harus menjadi salah satu poin penting yang perlu perhatian serius dari kementetian agama.

Rendahnya Mutu Guru

       Di beberapa daerah masih banyak ditemukan guru madrasah yang mismatch dan underqualified. Mismatch maksudnya tidak linier antara latar belakang akademik dengan mata pelajarana yang diampu di kelas, alias nyasar. Misalnya guru yang berlatarbelakang PAI mengampu mata pelajaran IPA, bahasa Inggris atau yang lainnya; guru mata pelajaran menjadi guru kelas atau sebaliknya. Di samping itu, masih banyak guru madrasah belum sarjana S1 atau D4 sebagaimana amanat Undang-undang Guru dan Dosen.

       Rendahnya mutu guru madrasah disebabkan mereka tidak memiliki akses mengikuti diklat profesi yang berkelanjutan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Diklatpun hanya terbatas bagi guru- guru PNS yang mayoritas mengajar di madrasah negeri. Akibatnya, maaf bukan permisif atau apologi, muncul kesenjangan kualitas antara guru madrasah negeri dan swasta, sehingga wajar jika madrasah swasta selalu ketinggalan dalam berbagai kesempatan.

Lemahnya Peran KKG/MGMP

       Di samping minimnya akses diklat, rendahnya mutu guru madrasah, kesenjangan terjadi disebabkan oleh pakemnya forum guru seperti KKG/MGMP. Forum guru semacam itu gaungnya nyaris tidak terdengar, sepi. Nama wadahnya ada, tetapi terkesan jalan di tempat bahkan sudah mati suri. Pembentukan KKG/MGMP dianggap hanya tuntutan birokrasi bukan untuk mengembangan profesi. Oleh karena itu programnya musiman dan tidak berkelanjutan. Geliat ke arah revitalusasi dan oftimalisasi peran forum guru ini perlu dukungan kepala madrasah yang tergabung dalam Kelompok kerja madrasah (KKM) dan kelompok kerja pengawas (pokjawas) madrasah.

Lemahnya Tata Kelola

       Di samping persoalan kesejahteraan dan mutu guru, Kementerian agama dengan jumlah madrasah yang besar menyisakan masalah rendahnya tata kelola pendidikan. Tata kelola pendidikan sangat erat hubungannya dengan kompetensi kepala madrasah dalam mengelola dan mengembangkan mutu madrasah.

       Fungsi managerial, supervisi, dan kewirausahaan menjadi wajib dimiliki oleh seorang kepala. Apalagi kebijakan saat ini kepala sudah disetarakan dengan 24 jam pelajaran. Jadi tidak ada kewajiban mengajar minimal 6 jam pelajaran, kecuali dalam situasi tertentu jika diperlukan. Kepala madrasah seharusnya lebih serius mengembangkan madrasahnya menjadi madrasah berkualitas sesuai dengan visi dan misinya tanpa harus disibukkan dengan beban mengajar di kelas. Oleh karena itu ketiga fungsi ini melekat dalam tugas jabatan sebagai kepala.

       Untuk mewujudkan madrasah bermutu tentu saja berawal dari sistem rekrutmen dan asesmen calon kepala sebagai nakodanya. Tentunya sistem rekrutmen kepala selayaknya dilaksanakan secara selektif berdasarkan kompetensi, kompetensi kepala, performan kinerja, dan penilaian lain, bukan berdasarkan kedekatan, keluarga, politik atau finansial. Asesmen calon kepala sebaiknya dilaksanakan secara terbuka, transparan serta mengedepankan kualitas, tidak sekedar formalitas. Jika tidak, maka madrasah harus siap menggali kuburannya sendiri.

       Kelamaan duduk lupa berdiri, ungkapan itulah yang terjadi pada dorongan syahwat jabatan kepala madrasah saat ini. Maka, untuk melanggengkan kedudukannya segala cara bisa mereka dilakukan. Hal ini mungkin karena mereka sudah merasa berada pada zona nyaman dan tidak ingin kembali menjadi guru. Gejala traumatic syndrom ini sudah menggerogoti jabatan kepala madrasah. Regulasi tentang kepala madrasah selama ini diterapkan secara tarik ulur, terkesan setengah hati dan melanggengkan jabatan kepala. Oleh karena itu, diperlukan regulasi tentang periodisasi, penilaian, pemantauan secara periodik dan pengembangan berkelanjutan bagi kepala madrasah.

       Keempat persoalan di atas menimbulkan dampak serius terhadap keberlangsungan dan eksistensi madrasah di tengah-tengah masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan. Bukan saja pada mutu madrasah, tetapi juga pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap madrasah itu sendiri. Terbukti, misalnya, banyak madrasah yang nasibnya diambang pintu kehancuran, laa yahya walaa yamut, hidup enggan mati pun tak mau. Seperti yang terjadi di beberapa daerah ada madrasah yang sudah gulung tikar dan beralih fungsi atau alih kelola.

       Pemerintah dalam hal ini kementerian agama dengan segala kematangan dan pengalamannya, tidak terlalu euporia dengan banyaknya jumlah madrasah, seperti mudahnya mengeluarkan ijin operasional pendirian madrasah, tetapi dapat meningkatkan perhatian, pembinaan dan pengawasannya terhadap madrasah dengan berbagai permasalahannya. Dengan demikian, melalui HAB Kemenag ke 73 ini, ungkapan sakti bukan basa basi dari "madrasah lebih baik, lebih baik madrasah" menjadi " madrasah hebat bermartabat" akan segera terwujud. Amin, wallahu a'lam.

*)Disarikan dari hasil perbincangan informal  penulis dengan  Asep Saepulmillah,M.Ag, M.Pd, Pengawas Madrasah Kantor Kemenag Kabupaten Tasikmalaya, 3 Januari 3019.

**)Guru Mapel IPS pada MTsN 2 Tasikmalaya.

MENYIKAPI UNBK

MENYIKAPI UNBK
Oleh : Hendar, S.Pd., M.Si*

Guru Bahasa Indonesia
di MTsN 3 Tasikmalaya
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun ini menyatakan bahwa seluruh siswa yang duduk di kelas IX untuk siswa SMP/MTs dan kelas XII SMA/MA/SMK baik sekolah negeri maupun swasta diwajibkan melaksanakan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) sebagai pengukuran evaluasi hasil belajar siswa di satuan pendidikan masing-masing secara nasional.

Ketika kita melihat dan memerhatikan kondisi pada satuan pendidikan di setiap sekolah tentu tidak sama, baik dilihat dari segi sarana dan prasarana maupun dari segi sumber daya manusia atau dari segi yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara sekolah yang berstatus negeri dengan sekolah yang berstatus swasta terutama pada hal fasilitas yang berada di sekolah masing-masing, padahal semuanya sama menyelenggarakan pendidikan untuk mncerdaskan anak bangsa.

Proses pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) sebagai kegiatan akhir siswa untuk menyelesaikan kegiatan belajar mengajar  pada satuan pendidikan yang tentunya masih memerlukan kebijakan yang tidak memberatkan untuk pihak satuan pendiidikan salah satu upaya ke arah tersebut kiranya cukup dengan melaksanakan ujian nasional berbasis komputer (unbk) untuk semua mata pelajaran tidak hanya mata pelajaran tertentu, karena dampak dari mata pelajaran lain terutama pada siswa hanya lebih fokus mempersiapkan mata pelajaran itu, sedangkan mata pelajaran lain dianggap tidak penting karena tidak masuk pada ujian nasional berbasis komputer (unbk).

Untuk pemerataan dan kesiapan satuan pendidikan dalam pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (unbk) tentu pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pemangku kebijakan harus bertanggung jawab mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk kelengkapan ujian nasional berbasis komputer (unbk) seperti server, komputer, dan perangkat lain yang sangat diperlukan oleh setiap sekolah sebagai pelaksana unbk.

 Selama ini yang terjadi di tiap satuan pendidikan terutama di sekolah-sekolah swasta atau di daerah tertentu termasuk didalamnya sebagian sekolah negeri merasa kesulitan dalam hal perangkat dan kelengkapan unbknya, bukan tidak siap untuk mengikuti unbknya namun fasilitas yang sangat kurang, server dan komputer tidak ada (belum lengkap), koneksi internet/wifi yang belum terpasang, seharusnya kelengkapan atau perangkat unbk itu semuanya disiapkan oleh penyelenggara unbk dalam hal ini pemerintah melalui Kemendikbud kepada setiap satuan pendidikan yang akan melaksanakan unbk.

Selain itu, harapan semua guru untuk ikut menyukseskan pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK), pihak Pemerintah melalui Kemendikbud harus secara langsung meninjau ke setiap satuan pendidikan sebagai penyelenggara UNBK untuk memantau kesiapan fasilitas yang diperlukan guna pelaksanaan UNBK. Jika memang diperlukan bantuan fasilitas segera dibantu jangan sampai satuan pendidikan mengikuti UNBK pada satuan pendidikan yang lain, apalagi jarak tempuh dari rumah peserta didik ke satuan pendidikan penyelenggara UNBK sangat jauh.

Teknik yang sangat perlu diterapkan oleh setiap guru mata pelajaran di dalam kelas mempersiapkan secara maksimal untuk menghadapi pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer, sehingga tidak ada lagi siswa atau satuan pendidikan yang tidak siap melaksanakan unbk. Upaya menuju sukses penyelenggaraan unbk tentu harus disertai dengan penuh tanggung jawab dan motivasi tinggi dari semua pihak sehingga proses pelaksanaan unbk bisa menghasilkan siswa yang membanggakan untuk dirinya, orang tua, dan bangsa tercinta.

REFLEKSI HARI AMAL BAKTI KEMENTERIAN AGAMA

Refleksi Hari Amal Bakti Kementerian Agama
Oleh : Omay Komarudin, M.Pd*

*Guru Bahasa Inggris
di MTs Al-Falah Tanjungjaya

Sejarah Kementerian Agama
Ketika dideklarasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak serta merta dibuat Departemen yang mengurusi keagamaan, karena alotnya perdebatan perlu atau tidaknya kementerian tersebut. Hal ini tidak terlepas dari pergumulan pemikiran antara kaum sekuler dan agamis. Kaum sekuler memandang bahwa permasalahan agama jangan dicampur adukkan dengan permasalahan negara, sedangkan kaum agamis memandang bahwa segala ibadah dan muamalah perlu diatur penyelenggaraannya supaya tertib dan teratur sesuai dengan syariat. Pada akhirnya seteleh perdebatan sengit, terjadi kompromi perlunya Kementrian Agama, sebagai balasan atas dihapuskannya 7 kata dalam piagam Jakarta yaitu Kewajiban menjalankan syariat agama islam bagi pemeluknya. Selanjutnya pemerintah memutuskan dan menetapkan  No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 (29 Muharram 1365 H) berdsarkan usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan perlunya Kementerian Agama. Maka diperingatilah setiap tanggal  3 Januari sebagai hari kelahiran kementerian Agama.

Prestasi Nasional

Sekarang memasuki usia yang ke-73 Kementerian Agama terbilang senior dengan berbagai capaian prestasi yang membanggakan. Walaupun untuk mengejar perubahan yang siginifikan tersebut telah dimulai pada era reformasi dan semakin kencangnya adalah ketika berubah nama dari Departemen Agama menjadi Kementerian Agama dengan peningkatan anggaran yang cukup signifikan bahkan hendak disejajarkan dengan kementerian lainnya yang mendapatkan renumerasi cukup tinggi.

Dengan adanya reformasi birokrasi dibarengi tunjangan yang memadai menghasilkan torehan prestasi yang membanggakan. Secara keseluruhan, kinerja Kementerian Agama menunjukkan capaian sasaran strategis dengan nilai rata-rata capaian sebesar 113,84% atau kategori sangat baik. Sasaran yang menunjukkan capaian kinerja dengan kategori sangat baik (≥100%) adalah (1) Meningkatnya Harmoni Sosial dan Kerukunan Intra dan Antar Umat Beragama sebesar 100%; (2) Meningkatnya Mutu Penyelenggaraan Haji dan Umrah Yang Transparan, Efisien dan Akuntabel sebesar 107,18%; (3) Terselenggaranya Tata Kelola Pembangunan Bidang Agama Yang Efisien, Efektif, Transparan, Dan Akuntabel sebesar 109,64%; (4) Meningkatnya Angka Partisipasi Pendidikan sebesar 105,52%; (5) Menurunnya Jumlah Siswa Yang Tidak Melanjutkan Pendidikan sebesar 194,25%; dan (6) Meningkatnya Jaminan Kualitas Pelayanan Pendidikan sebesar 135,20%. Sasaran strategis yang belum memenuhi target tapi masih dalam kategori baik adalah (1) Pemberian Manfaat Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebesar 94,64%; (2) meningkatnya kualitas dan akuntabilitas pengelolaanpotensi ekonomi keagamaan sebsesar 89,38% terutama dalam indikator peningkatan penerimaan zakat yang mencapai 78,80% atau cukup; dan (3) Meningkatnya Kualitas dan Ketersediaan Bimbingan dan Fasilitas Keagamaan sebesar 88,73%, terutama pemenuhan terhadap KUA yang memiliki standar pelayanan dengan nilai capaian sebesar 79,70% atau kategori cukup.

Torehan prestasi kementerian agama dibandingkan dengan tahun sebelumnya semakin signifikan. Sebagai kementerian yang mempunyai keterbatasan sumber daya manusia, bahkan dikenal dengan kekolotannya, sekarang mampu sejajar dengan kementerian lainnya. Untuk keluar dari kungkungan zumud itu tidaklah mudah, reformasi birokrasi degan menata kembali visi, misi serta nilai- nilai menjadi tonggak awal kemnetrian Agama berubah secara massif. Tahun 2005 kantornya yang sederhana baik di pusat maupun di daerah didatangi juga oleh orang yang sederhana, berpeci, berkerudung, turun dari angkot, berasal dari kampung, ustadz  dan guru ngaji dari pinggiran. Sekarang beurbah 180 derajat menjadi kantor yang megah, dengan mekanisme pelayanan, prosedur yang jelas dan terukur. Pembuatan berbagai persuratan ditarget waktu, pelayanan mesti ramah dan prosedur yang sejelas-jelasnya. Kini mengurus berbagai keperluan di kantor kementerian agama akan merasakan atmosfir pelayanan yang mirip seperti di Bank. Efeknya ada peningkatan kepuasan masyarakat, lembaga menjadi lebih berwibawa, bahkan menjadi pegawai di Kementerian Agama menjadi sebuah kebanggan tersendiri karena lembaganya profesional, bersih dan mendapatkan tunjangan yang memadai.
Tetapi dengan kemajuan zaman yang pesat yang syarat dengan perkembangan teknologi,tantangan kementerian Agama bukanlah semakin mudah. Justru menjadi semakin agak kompleks,  tugas dan pekerjaan yang segera harus dibereskan agar kehidupan berkeagamaan di Nusantara semakin meningkat kualitasnya. Agenda yang paling penting adalah memastikan pemahaman dan pengamalan ajaran Agama kepada pemeluknya secara merata dan terukur (measurable). Misalkan untuk komunitas muslim, dalam satu kampung berapa jumlah tempat ibadah, jumlah madrasah, jumlah ustadz,  frekuensi pengajian, dan kurikulum pengajian. Banyak daerah/kampung yang tidak ada sama sekali guru ngaji/Ustadz, minimnya tempat ibadah, tidak ada madrasah, minimnya frekuensi pengajian, serta kurikulum pengajian yang tidak tersrtuktur. Akibatnya banyak pemeluk agama Islam yang tidak lancar bahkan  tidak bisa baca Al-qur’an, tidak bisa melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah  lainnya disertai miskinnya pemahaman wawasan ke-Islaman. Ummat tidak mengetahui sejarah, budaya, akidah, ekonomi dan politik Islam.  Jika permasalahan ini tidak diperhatikan maka akan berdampak pada masalah sosial yang pada akhirnya akan meresahkan masyarakat bahkan mengancam stabilitas kehidupan bernegara. Karena ketika pemahaman dan pengamalan ke-Islaman dangkal maka akan mudah terasuki aliran sesat, aliran liberal, komunis, hedonis dan pemahaman lainnya yang membahayakan.  Disinilah peran Kementerian Agama menetapkan standar pemahaman dan pengamalan beragama yang dibarengi dengan men-sinergikan berbagai kekuatan. 

Anggaran Kemenag mungkin terbatas, tetapi hendaknya men-sinergikan PEMDA, tokoh masyarakat, LSM, perusahaan, lembaga zakat, pesantren dan lembaga lainnya. Misalkan untuk permasalahan kekosongan ustadz dan minimnya frekuensi pengajian, Kemenag dapat menggandeng forum pesantren untuk meningkatkan kiprahnya ke luar daerah dengan program pesantren kilat di tempat, pengabdian santri dan me-Mukim-kan alumni untuk ditempatkan di daerah yang diperlukan guru ngaji. Sedangkan untuk program infrastruktur keagamaan, Kemenag dapat memotivasi warga setempat dibarengi dengan mensinergikan PEMDA, tokoh masyarakat, CSR perusahaan dan lembaga zakat agar peduli pada fasilitas keagamaan. Sedangkan untuk jangka panjang, Kemenag dapat merekomendasikan berdasarkan usulan dari masyarakat yang kekurangan guru ngaji untuk mengirim calon santri untuk belajar di pesantren dengan biaya yang ditanggung bersama. Dengan demikian Kemenag hanya berperan sebagai fasilitator, dinamisator, integrator dan eksekutor berdasarkan survey pemetaan kehidupan beragama di wilayah tersebut.

Tugas yang kedua adalah memastikan kerukunan ummat beragama terjaga dengan baik, baik kerukunan antar pemeluk seagama dan berbeda agama. Pergumulan Nasionalis dengan Agamis, Muslim dan non Muslim, antar ormas keagamaan akan terus ada sampai kapan pun, karena latar belakang ideologis dan pemahaman. Oleh karena itu mesti dikembangkan dialog, pendidikan dan kampanye tentang pemahaman pluralisme baik di seluruh lembaga pendidikan maupun di masyarakat. Pertentangan ini akan semakin besar karena dibarengi dengan perkembangan teknologi, media sosial dan pelaku yang khusus menyebarkan kebencian. Dengan demikian Kemenag mesti mengimbangi dengan massif dengan mempunyai twitter, facebook, youtube yang up to date dengan pesan dan ajaran kedamaian. Disamping itu iklan dan program di media massa cetak maupun elektronik mesti dihiasi dengan pesan-pesan penuh kedamaian.

Gerakan Massif

Setelah sukes Kemenag meluncurkan program gerakan Maghrib mengaji yang menyebar dan didukung oleh intansi lain agar mengembalikan budaya masyrakat setelah mahgrib diikuti pengajian di madarasah atau di rumah, kenapa tidak dilanjutkan dengan gerakan lainnya?. Misalkan gerakan Pemberantasan buta huruf Al-Qur’an, Gerakan Ayo berzakat, Gerakan Sholat Shubuh berjamaah. Jumlah yang belum lancar bahkan tidak bisa baca Al-Qur’an hampir diatas 60% (Republika, 15 Maret 2016), sedangkan yang benar-benar lancar membaca Al-quran hanya 20%.  Hal ini sangat memprihatinkan karena jika tidak bisa membaca Al-Quran dengan baik maka diapstikan pengamalan Sholatnya juga tidak benar, Jika tidak bisa membaca Al-quran maka dipastikan jarang membaca Al-quran, jika jarang membaca Al-quran maka dipastikan ia ruhiyahnya kering mudah terasuki godaan-godaan yang kurang baik, yang pada akhirnya akan berdampak pada kurang baiknya  karakter bangsa. Sedemikian pentingnya, maka Kemenag mesti menggandeng berbagai stakeholder yaitu MUI, Ormas Keagamaan, pesantren, lembaga zakat, PEMDA, tokoh masyarakat dan lembaga lainnya agar gerakan ini menjadi massif sehingga menjadi gerakan Nasional. Kemenag dapat berperan sebagai penyedia data dengan memberdayakan penyuluh keagamaan di setiap KUA, sedanhgkan MUI, pesantren dan ormas keagamaan dapat berperan sebagai pengajarnya sementara PEMDA, perusahaan dan lembaga zakat sebagai support dana operasional.

Setelah gerakan berantas huruf Al-Qur’an, yang diperlukan lagi adalah gerakan Ummat Berzakat . Walau pun Ummat mayoritas berada dibawah garis kemiskinan tetapi justru mesti menjadi pemecut untuk segera keluar dari jurang kemiskinan. Karena jumlah Aghniya yang mampu untuk berzakat pun jumlahnya cukup besar. Tempo.com merilis potensi zakat sebesar 271 Trilyun sedangkan yang masuk ke Baznas hanya baru 5 Trilyun. Jika benar-benar potensi zakat ini terealisasi pembayarannya maka tidak sampai 5 tahun, Ummat dan bangsa Indonesia akan terhindar dari kemiskinan, fasilitas keagamaan terbantu, jalan dan infrastuktur nyaman dan ekonomi keluarga terangkat. Apa permasalahannya ? kurang sinergi dan belum adanya TRUST (kepercayaan). Gerakan zakat ini jika tidak bisa diinisiasi oleh Presiden, bisa diawali ditingkat kementerian oleh Kementerian Agama dengan menggandeng sebanyak-banyaknya mitra yang bisa kerjasama misal dengan Kemenperin agar Industri yang berada di naungannya membayar zakat kepada lembaga zakat yang legal, dengan Kemenaker agar karyawan dan pekerja dimana saja menyalurkan zakatnya kepada lembaga zakat begitu juga dengan Kemendikbud, Kemendagri dan lembaga lainnya. Untuk awal akan ditemukan kesulitan dan tantangan yaitu penolakan dan ketidak percayaan, tetapi lambat laun akan ada perubahan. Sebaiknya peran Kemenag hanya sebagai mediator, fasilitator, regulator, integrator dan dinamisator saja. Kemenag dapat memediasi PEMDA, lembaga pemerintah dan swasta, juga lembaga zakat agar mendukung penuh di tingkat nasional dan lokal. Kemenag dapat membuat regulasi agar pelaksanannya berjalan dengan baik. Kemenag dapat mensosialiasikan zakat di berbagai media, sedangkan untuk pembayarannya bisa ke lembaga zakat mana saja yang sudah divalidasi oleh Kemenag. Kemenag juga mesti memberikan pelayanan standar minimal agat muzakki puas dan percaya menyalurkannya. Misalnya bisa berkaca dari Dompet Peduli Ummat (DPU) yang terus menjalin komunikasi dengan muzakki dengan pengajian rutin, bertemu dengan mustahiq (yatim, duafa dll), berkomunikasi via SMS dan WA serta penerbitan majalah yang memuat tentang ilmu keagamaan, dan laporan penggunaan dana. Sehingga muzakki merasakan akan kebermanfaatan zakatnya, tidak heran jumlah perolehan zakat yang diterima dari masyarakat bertambah signifikan. Hal ini dapat dijadikan contoh oleh lembaga zakat lainnya. Pemerintah dalam hal ini Kemenag dapat mendata siapa yang sudah dan belum berzakat, selanjutnya data tersebut bisa dijadikan bahan untuk MUI, Ormas Islam dan Lembaga zakat untuk lebih mempertajam sosialisasinya akan pentingnya berzakat.

Disamping kencangnya sosialisasi zakat, Kemenag juga dapat mendorong potensi ekonomi Ummat yang berada dalam kemiskinan, susahnya lapang pekerjaan, dan sulit untuk berwirausaha. Hal ini dapat dimulasi dengan menggerakan pesantren atau lembaga keagamaan dengan pelatihan wirausaha dan pelatihan pemanfaatan potensi lokal misalkan ternak domba, sapi, jamur merang, ikan lele dll berdasarkan kebutuhan pasar yang semakin besar.

Yang terakahir gerakan massif yang harus dilakukan adalah gerakan Sholat Shubuh Berjamaah Secara Nasional. Walau sudah dimulai oleh ormas tertentu, Kemenag bisa mendukung atau menggaungkan lagi secara nasional agar ukhuwah Islamiyah terjalin dengan baik. Karena disitulah mulai adanya interaksi yang baik antar ummat, disitulah ditandai mulainya produktivitas ummat Islam. Bagi individu Sholat subuh memiliki berbagai manfaat dan keutamaan yang sangat luar biasa yaitu untuk kepentingan rohani, kesehatan dan kesuksesan, selain itu akan menyelamatkan dari azab, mendapatkan pahala setara dengan pahala haji dan umrah, terbebaskan dari api neraka, terhindarnya dari kemunafikan, serta mendapatkan perindungan dari Allah SWT. Sedangkan bagi bangsa dan Ummat secara keseluruhan, manfaat sholat shubuh berjamaah adalah  akan mengundang KEBERKAHAN dari Allah SWT, sesuai Janji Allah SWT, Jika suatu kaum beriman dan bertakwa maka akan dibukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi. Sungguh dahsyat..janji Allah, jika suatu kampung, suatu kota, suatu negara dapat bersama-sama melaksanakan sholat Shubuh Berjamaah maka akan terbebas dari kemiskinan, meningkatkan karakter bangsa, warga semakin produktif dan terhindar dari pertengkaran serta bencana dunia. Peran Kemenag dapat mengerahkan penyuluh Agama Islam, semua aparatur di tingkat KUA, semua guru dan karyawan di lingkungan Kemenag agar menjadi penggerak program ini. Disamping itu dapat mengajak instansi pemerintah dan swasta untuk menyukseskan gerakan ini agar mendapat dukungan dari semua pihak.

 Pendidikan

Untuk bidang pendidikan, prestasi Kemenag telah dibuktikan dengan banyaknya dukungan masyarakat dalam pendirian madrasah swasta, Madrasah negeri (MAN, MTSN dan MIN ) dapat menyamai kualitas dengan sekolah umum negeri, pendirian UIN di berbagai kota besar, kulitas guru dan dosen meningkat. Hari ini tidak ada lagi diskriminasi anatara madrasah dan sekolah, antar guru madrasah dan guru sekolah, bahkan kecenderungan terakhir, masyarakat lebih percaya lagi pada madrasah daripada pada sekolah umum karena banyaknya mapel keagamaan. Walaupun demikian masih ada beberapa masalah yang terus dibenahi diantaranya jumlah madrasah swasta yang besar  berkonsekuensi dengan kulitas guru dan sarana prasarana yang mesti disediakan. Maka kewajiban Kemenag untuk menilai kelayakan mengajar nya dan membuat prosedur peningkatan kinerja serta kariernya.

Dirgahayu Kementerian Agama
Jaga Kebhinekaan dengan Persatuan
Tebarkan Kedamaian..Raih Kesejahteraan Bersama

Followers