Muhammad

Muhammad 
Karya: Dewi Aryanti, M.Pd*

12 Robi’ul awal di tahun gajah
Menjadi saksi sejarah
lahirnya manusia tergagah
Dengan akhlak mulia terindah
Pendombrak zaman yang parah

Rasulku yang rupawan
Dengan berjuta kehebatan
Berbudi pada lawan apalagi kawan
Sandaran  semua insan
Di hari kemudian

Berdegup rindu di dada
Senandungkan sholawat cinta
Padamu duhai kekasih
Yang tak pernah pilih kasih
(Allohumma sholli a’la Muhammad ya Rabbii sholi a’laihi wa sallim)

*Guru di MTsN 10 Tasikmalaya

GURUKU TELADANKU

GURUKU TELADANKU
Oleh : Hendar, S.Pd., M.Si*


Setiap hari Engkau membimbing
Setiap hari Engkau melangkah dengan pasti
Setiap hari Engkau menerangi
Demi mengabdi dan berbakti
Mengharap ridlo Ilahi Robbi
Duniawi dan ukhrowi

Guruku yang mulia
Kau pahlawanku tak mengharap balasan
Di saat aku tak patuh padamu
Kau tak pernah marah dan menyerah
Dalam mendidik, mengarahkan, dan memberikan pengetahuan
Kau selalu menyinari jalan hidupku dengan penuh asa
Sosokmu teladan bagiku

Dikala muridmu gagal menempuh cita-cita
Kau senantiasa memberi motivasi dan inspirasi
Dikala muridmu sukses meraih cita-cita
Kau merasa bangga dan bahagia
Walau mereka tak menyapa
Kau tetap sapa mereka
Dengan hati yang tulus nan ikhlas

Kau suluh ilmu dalam kehidupan
Menata setiap saat
Berkarya bukan untuk dipuja
Mulia karena berbuat
Harapan dinanti bermanfaat

Guruku yang mulia
Maafkan aku yang tak bisa membalas
Atas kebaikan dan jasa-jasa yang telah kau tumpahkan
Hanya doa yang bisa kupanjatkan
Semoga meraih Balasan yang berlipat ganda
Dari yang Maha Kuasa

“SELAMAT HARI GURU NASIONAL 25 NOVEMBER 2018”

GURU BUKAN ORANG YANG HEBAT TETAPI BANYAK ORANG YANG HEBAT BERKAT JASA GURU

*Guru Bahasa Indonesia
MTsN 3 Tasikmalaya

Optimalisasi Peran Guru

Optimalisasi Peran Guru

Dewi Aryanti, M.Pd
(Guru MTsN 10 Tasikmalaya)
Mengajar bukanlah profesi, tetapi mengajar adalah hobi
Aku mendapatkan sebuah kesimpulan yang menakutkan
Bahwa aku adalah unsur penentu di dalam kelas
Pendekatan pribadikukulah yang menciptakan iklimnya dan
Suasana hatikulah yang membuat cuacanya
Sebagai seorang guru, aku memiliki kekuatan yang sangat besar untuk membuat hidup seseorang menjadi menderita atau gembira
Aku bisa menjadi alat penyiksa atau pemberi ilham
Bisa bercanda atau mempermalukan, melukai atau menyembuhkan
Dalam semua situasi, reaksikulah yang menentukan
Apakah sebuah masalah akan memuncak atau mereda
Dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia atau direndahkan
(Haim Ginott dalam Guru juga Manusia, 2012:13)

Kutipan kata – kata mutiara diatas seakan menyadarkan kita dengan amanah yang diemban, terkadang orang mengejar karier dengan menghalalkan segala cara demi selembar sertifikat guru definitif, padahal profesi seorang pengajar tak dapat dilakukan dengan sebelah mata ataupun sebelah tangan. Kegiatan mengajar merupakan sebuah kegiatan mensinergikan intelektual, mental dan emosional yang diolah sedemikian rupa hingga menjadi tindakan yang mudah dimengerti dan menyenangkan bagi siswa – siswanya. Jika mengajar sebuah hobi maka dipastikan rasa lelah, capai dan segala masalah yang ada didalamnya tidak akan terasa yang ada rasa senang karena apa yang dilakukan dapat membuat hobinya tersalurkan. Seperti halnya seorang penyanyi yang sedang konser walaupun durasi sampai dua jam berjingkrak – jingkrak dan teriak – teriak bernyanyi menghabiskan tenaga dan suara serta mental emosionalnya tapi senantiasa tersenyum menyenangkan karena akan membuat penggemarnya terhibur. Atau seorang pemain sepakbola yang berlari hilir mudik mengejar - ngejar bola selama hampir 90 menit tetap prima tak loyo selagi belum mencetak gol atau mencegah kebobolan tak henti berlari tanpa menghiraukan peluh, lelah dan cape. Itulah hobi, bila seorang guru menjadikan pekerjaannya sebagai sebuah hobi maka peran – peran yang esensial yang melekat di sandangnya dapat dioptimalkan. Peran tersebut dapat dijalankan bila guru memiliki kompetensi untuk melaksanakannya.

Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dengan kompetensi yang harus dimiliki adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional melalui pendidikan profesi.

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi :

1. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilkinya.

2. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi professional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

4. Kompetensi sosial.
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Seperti yang diungkapkan oleh Imam Al Ghazali, beliau menyebutkan tentang sebutan tingkatan guru. Ada 5 sebutan tingkatan guru :

1. Mudarris, yang berarti tingkatan guru yang hanya sekedar mengajar, dia hanya melakukan transfer ilmu tanpa ada  upaya  peserta didik faham atau tidak, guru ini  hanya menyampaikan.

2. Mu’allim yang berarti guru bertindak mengajari peserta didik dari yang ilmu-ilmu yang asalnya mereka belum tahu menjadi tahu.

3. Muadzdzib, guru dalam tingkatan ini tidak hanya mentransfer ilmu-ilmu/pengetahuan yang bersifat kognitif saja tapi juga sampai kepada perubahan kepada peserta didik yang asalnya tidak memiliki etika menjadi beretika, asalnya tidak memiliki sopan santun menjadi santun.

3. Murobbi, yang berarti guru  bertindak sebagai pendidik tidak hanya membuat peserta didik mempunyai etika tapi juga menjadi  pengayom, pembimbing yang menaungi  siswa-siswinya.

3. Mursyid, tingkatan ini merupakan tingkatan guru tertinggi dimana guru bisa menjadi petunjuk bagi siswa-siswinya, dan tingkatan guru seperti ini sangat dibutuhkan oleh semua manusia.

Kelima sebutan tersebut bila disandangkan pada guru tentu hanya menginginkan sebutan mursyid yang keberadaannya diharapkan dan di tunggu – tunggu siswanya karena kangen dengan sosok dan nasehat ilmu pengetahuannya. Masalah yang terjadi di lapangan justru anak – anak bersorak - sorai bilai guru tidak ada bahkan seolah menanti – nantikan kapan pembelajaran berakhir hingga seolah terbebas dari ketidaknyamanan dan belenggu. Tahapan mursyid tentu bukan hanya sekedar angan dan ucapan belaka tapi harus terlaksana mengingat  kondisi darurat pendidikan di Indonesia. Menjadi seorang mursyid harus ada upaya disamping kompetensi – kompetensi yang harus dimiliki yang sudah dipaparkan namun yang tak boleh dilupakan ialah ruh dari pendidikan itu sendiri yakni rasa ikhlas tanpa pamrih dalam mengajar dan menyadari bahwa menjadi seorang guru pada hakikatnya ialah amanah yang telah Alloh berikan yang tentu akan dimintai pertanggungjawaban langsung di hadapanNYA.

Saya menjadi teringat ungkapkan Prof. Dadang Suhardan, M.Pd seorang dosen dan tokoh pendidikan dalam kuliahnya (15/3/2015) yang mengatakan bahawa guru merupakan singkatan. Singkatan dari kata :
G =  Gambaran sosok pribadi beriman dan bertaqwa yang gemar membaca dan menulis untuk mengembangkan kemampuannya
U =  Ucapannya mengubah perilaku peserta didik
R =  Ramah, santun arif, bijaksana dalam memberi pelayanan belajar
U =  Unsur utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa

jika semua peran itu sudah dapat dilaksanakan maka mutu atau kualitas akan terbentuk dan tercapai dengan sendirinya karena peran guru dilaksanakan secara optimal, maka secara otomatis mutu pembelajaran akan dicapai secara maksimal yang ditandai oleh prestasi belajar siswa meningkat dan lulusan yang mampu bersaing di sekolah unggulan maupun di tempat kerja. Semoga kita dapat menjalankan peran agent of change yang dapat membentuk generasi yang sholeh secara spiritual dan social serta cerdas secara intelektual

Aku Bahagia

Aku Bahagia
Karya: Agus Nana Nuryana, M.M.Pd.

Aku bahagia
Ketika kau tumbuh dewasa
Tak terasa waktu mengganti masa
Hingga saat ini tlah tiba

Aku bahagia
Hari ini ku menyaksikan pertanda
Bukti perjuangan yang tak sia-sia
Walau kini engkau jauh di mata.

Aku bahagia
Melihat engkau kini berjaya
Meski melalui dunia tak nyata
Namun terasa indah di alam nyata

Aku bahagia
Tak sedikitpun aku mengharap asa
Atas apa yang kini kau rasa
Walau aku tlah memberi jasa

Aku bahagia
Karena harapanku kini menjadi nyata
Keluh kesah yang dulu selalu membara
Kini hilang berganti bangga

Aku bahagia
Tuhan kini tlah memberiku rasa
Rasa yang membuatku terpana
Menyaksikan anugrah yang tercipta.











ANN
15102018
17.00

UPAYA MENINGKATKAN MINAT MEMBACA PESERTA DIDIK

UPAYA MENINGKATKAN MINAT MEMBACA PESERTA DIDIK

OLEH : HENDAR, S.Pd., M.Si
GURU MTs. NEGERI  3 TASIKMALAYA

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam.

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. Al-alaq 1-5). Sebagai wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW intinya perintah untuk membaca.
Perintah membaca disini tentu harus dimaknai bukan sebatas membaca lembaran-lembaran buku, melainkan membaca buku dunia : seperti membaca tanda-tanda kebesaran Allah SWT, membaca diri kita, alam semesta dan lain-lain. Secara nyata memerintahkan kita untuk belajar dari mencari ilmu pengetahuan dan menjauhkan diri kita dari kebodohan. Membaca yang mampu membawa kepada perubahan positif bagi kehidupan manusia.

Kegiatan Belajar Mengajar di sekolah tak akan lepas dari kegiatan membaca. Salah satu kegiatan untuk menunjang siswa dalam KBM di sekolah adalah adanya buku paket, buku bacaan lainnya sebagai referensi yang harus dibaca. Dalam upaya meningkatkan kecintaan siswa terhadap buku dengan gemar membaca memang bukanlah hal yang mudah dilaksanakan.

Namun demikian jelas bahwa kegemaran membaca bagi siswa akan banyak memberikan manfaat dalam kehidupannya terutama bagi kesuksesan belajar atau pendidikannya, karena kegemaran membaca adalah merupakan modal utama siswa dalam proses belajar yang dilaluinya.

Budaya membaca siswa di perpustakaan sekolah saat ini umumnya masih rendah.  Hal ini bukan semata-mata kesalahan dari siswa itu sendiri tetapi tidak menutup kemungkinan justru disebabkan oleh kurangnya perhatian dan peran pengelola perpustakaan dan guru dalam menumbuhkan iklim yang kondusif yang dapat merangsang anak didik untuk gemar membaca di perpustakaan sekolah.

Demikian juga di lingkungan sekolah masih ada diantara guru kurang memerhatikan terhadap minat baca siswanya atau anak didiknya. Upaya yang harus kita dilakukan dalam meningkatkan dan menumbuhkan kemampuan minat membaca bagi peserta didik di sekolah, diantaranya : pertama, koleksi Bahan Pustaka. Bahan pustaka bukan hanya berupa buku-buku, tetapi juga berupa buku (nonbook) seperti majalah, surat kabar (Koran), brosur, peta, globe, gambar, komik, novel, cerpen dan banyak lagi jenis buku perpustakaan. Hal ini penting karena dapat menjadi motivasi bagi siswa atau anak untuk berkunjung ke perpustakaan. Dengan bahan pustaka yang bervariasi maka akan bisa menarik siswa untuk selalu mengunjungi perpustakaan sekolah dan siswa menjadi gemar membaca di perpustakaan. Karena bisa jadi siswa merasa bosan dengan membaca buku paket, maka mereka akan mencari bacaan lain.

Kedua, peran Guru atau Pendidik. Guru memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan motivasi atau semangat pada siswa atau anak didik untuk membaca. Guru diharapkan bisa merancang sebuah proses kegiatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk datang ke perpustakaan, karena perpustakaan merupakan sarana yang tepat untuk meningkatkan pengalaman membaca bagi siswa. Tentunya guru dalam merancang proses pembelajaran harus melihat Kompetensi Dasar yang sesuai. Karena tidak semua materi pelajaran bisa dilakukan pembelajaran di perpustakaan sekolah.

Ketiga, memberikan Reward. Pengelola perpustakaan atau pihak sekolah perlu memberikan reward kepada siswa yang rajin berkunjung dan membaca di perpustakaan sekolah, setiap akhir semester, perpustakaan sekolah memberikan reward berupa piagam penghargaan dan uang tabungan (beasiswa) bagi siswa. Diambil dua (2) kategori yaitu pengunjung/pembaca teraktif dan peminjam teraktif untuk masing-masing tingkatan kelas, tentunya langkah ini harus dilakukan oleh pustakawan setelah diberikan rekomendasi oleh Kepala Sekolah, dan bisa untuk memotivasi siswa yang lainnya dalam rangka mengunjungi perpustakaan sekolah untuk meningkatkan minat baca siswa.

Memaknai Hari Pahlawan

Memaknai Hari Pahlawan
Oleh: Agus Nana Nuryana, M.M.Pd.


Agus Nana Nuryana, M.M.Pd.
Staf Pengajar Matematika
Di MTs Cijangkar
Tak terbayangkan oleh kita semua 10 November beberapa tahun silam ketika para pejuang bangsa ini harus berjibaku mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamirkan.

Kemerdekaan yang didapat tidak semudah membalikan tangan. Butuh perjuangan yang tak ternilai bagi mendapatkan kedaulatan sebuah negara.

Ketika kemerdekaan sudah diproklamirkan, rupanya sang penjajah tidak rela kalau kekuasaannya direbut oleh yang empunya hak, dengan segala cara mereka berupaya untuk tetap bisa menjajah untuk memenuhi ambisi hawa nafsu hewaninya.

Namun tekad yang kuat ternyata mampu menghancurkan baja pemusnah yang berseliweran memuntahkan peluru pembunuh yang bisa hinggap di dada siapa saja yang ada disekitarnya.

Bambu runcing yang rapuh ternyata memberikan kekutan yang maha dahsyat untuk mengusir para penjajah yang penuh ambisi untuk mengambil kembali kedaulatan yang sudah ada di dalam genggaman.

Semangat yang membara ditambah pekikan 'Allohu Akbar' semakin menambah kekuatan untuk memukul mundur para pelaknat yang rakus untuk memuaskan hasrat.

Sungguh besar jasamu bagi bangsa ini wahai para pahlawan. Kau tak butuh pujian, kau tak butuh imbalan, kau tak mengejar materi atau pamrih yang menjanjikan kemewahan, yang kau ingin hanya satu yaitu kedaulatan.

Kau tak peduli walau darahmu harus mengalir, kau tak menghitung seberapa besar hartamu yang kau keluarkan, bahkan kau tak peduli anggota keluargamu menangisi karena kepergianmu ke medan laga demi berjuang untuk membebaskan negeri ini dari cekikan para pencuri kebebasan.

Tak sia-sia kau korbankan segalanya karena kini bangsamu berdaulat walau mungkin kau sendiri tak menikmatinya, namun para penerusmu hari ini bisa tersenyum bahagia karena tak mengalami masa yang pernah kau rasakan saat itu.

Terima kasih wahai para pahlawanku, karena hari ini kau telah memberikan udara segar kebebasan yang saat ini kami rasakan, semoga amal baikmu dibalas oleh Alloh swt dengan balasan yang layak. Walau mungkin kau tak merasakannya di dunia mudah-mudahan di alam sana engkau mendapat yang lebih dari apa yang engkau cita-citakan.

Do'a selalu kami panjatkan untuk kebahagiaanmu di alam sana dan mudah-mudahan kami bisa memanfaatkan kebebasan ini dengan sebaik-baiknya untuk meneruskan perjuanganmu dalam membangun bangsa yang bebas berdaulat adil dan makmur.

"Selamat Hari Pahlawan"
10 November 2018

MENGEMBALIKAN INTEGRITAS YANG TERKIKIS

MENGEMBALIKAN INTEGRITAS YANG TERKIKIS

Ai Riani Sofah, S.Pd*
(Guru IPS MTsN 2 Tasikmalaya)
Undang-undang Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan pendidikan yaitu membentuk  warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut  diterapkan  program pendidikan karakter  yang telah dicanangkan  sejak kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudoyono  dan diperkuat dengan revolusi mentalnya presiden Joko Widodo  sehingga keluarlah Peraturan Presiden Nomor  87 Tahun 2017 tentang  Penguatan Pendidikan Karakter. Pada Pasal 2 dinyatakan  bahwa penguatan Pendidikan Karakter bertujuan membangun dan membekali Peserta Didik sebagi generasi emas Indonesia Thaun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan.

Betapa pentingnya pendidikan karakter bagi bangsa Indonesia dan menjadi perhatian pemerintah yang diwujudkan dalam kebijakkannya. Di antara jenis sikap dan sifat yang mulia hilang tercerabut dari akar budaya masyarakat Indonesia adalah  kejujuran, poin kedua setelah nilai religius dari 19 nilai  yang diusung dalam penguatan pendidikan karakter. Hal ini merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan sebagai benteng moral bangsa.

Informasi melalui media masa tentang tindak ketidak jujuran yang dilakukan oleh oknum pejabat negara terus mengalir menjadi konsumsi keseharian masyarakat kita. Bentuk bervariasi seperti tindak korupsi, menggelapan uang, pelecehan, politik uang dalam pilkada yang berakhir di meja hijau merupakan ekpresi ketidak jujuran. Di samping itu,  berita- berita hoax  dan ungkapan kebencian  ( hate speech) dengan motif-motif tertentu sudah sangat meresahkan. Ini gambaran bahwa telah hilangnya integritas yang bermuara dari  kejujuran. Pertanyaannya bagaimana sekolah/madrasah dapat mengantisifasi sikap ketidak jujuran tersebut?

Ternyata, sekolah/ madrasah, garda terdepan yang menjungjung tinggi pendidikan moral, tidak seta merta steril dari tindak ketidakjujuran.  Perbuatan negatif ini sering ditemukan pada aktivitas sehari-hari dari yang sangat sederhana sampai yang komplek , secara individu atau kolektif, secara liar atau terorganisir.

Pelakunya mungkin peserta didik, guru, tenaga kependidikan dan lain-lain.
Misalnya, beberapa tahun yang lalu terdengar ada kepala sekolah yang ditahan gara-gara curang membobol soal ujian nasional sebelum diujikan; guru-guru mata pelajaran tertentu memberi kunci jawaban kepada peserta didik yang sedang ujian baik secara langsung maupun melalui phone cell; ada lagi oknum guru atau panitia mengoreksi  jawaban peserta ujian  pada lembar jawab komputer  dan menggantinya dengan jawaban yang benar berdasarkan kunci yang  dibuat sebelumnya. 

Di beberapa sekolah kerap terjadi penyalahgunaan anggaran, penggelembungan siswa untuk pendapatkan BOS lebih besar, masalah kehadiran pegawai, dan sebagainya. Hal ini merupakan praktik tindak ketidakjujuran dan jika dibiarkan akan menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi budaya tidak berdosa.

Adakah tindak ketidakjujuran yang dilakukan oleh peserta didik? Kebiasaan menyontek ketika ulangan atau ujian sering ditemukan. Mereka mungkin menyontek dari buku, dari contekan yang dibawa, atau dari temannya. Banyak  juga ditemukan peserta didik yang tidak mau mengakui  kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya,  malah menuduh orang lain yang  salah. Ini pun gambaran hilangnya kejujuran  pada peserta  didik yang sudah  dianggap biasa.

Melalui tulisan ini, akan disajikan arti penting dari sebuah kejujuran, faktor-faktor yang memengaruhinya, dan cara menerapkan sikap jujur dalam pembelajaran.

Jujur, dalam  bahasa arab al- shidq yang artinya benar, dapat dipercaya. Jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Menurut kamus besar bahasa Indonesia jujur artinya lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus dan ikhlas.  Jadi, kejujuran adalah perkataan  atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang sesuai dengan ketetapan yang  seharusnya sehingga dapat dipercaya. Jujur (al-shidq) merupakan salah satu karakteristik wajib  yang melekat pada diri rasul yang patut diteladani oleh umatnya. Sedangkan lawan dari jujur adalah dusta (al kidzb) artinya berkata dan  bertindak tidak sesuai ketentuan semestinya. Sifat negatif ini mesti dihindari karena akan mengakibatkan ketidak percayaan, merugikan orang lain dan tidak sedikitt menimbulkan fitnah dan inilah awal dari kehancuran bangsa.

Kita yakin dan oftimis, kejujuran itu masih dibutuhkan orang banyak pada setiap keadaan, ruang dan waktu. Selama ada kebaikan, orang-orang yang  memelihara sifat ini masih ada. Menepis prasangka sebagian orang bahwa saat ini sulit didapati orang yang jujur. Ada juga anggapan bahwa orang yang memiliki sifat terpuji ini  sulit untuk sukses dalam pekerjaanya. Pernyataan tersebut jelas keluar dari rasa keputusasaan dan fesimisme seseorang yang tidak berdasar. Sejatinya, kejujuran itu membawa ketenangan dan ketentraman baik secara peresorangan mapun secara kolektif. Sifat terpuji ini dapat menumbuhkan kepercayaan seeorang.

Dalam  tarikh Islam, dikisahkan bahwa  Khadijah, sebelum menjadi istri Rasulullah SAW,  mempercayakan penuh barang dagangannya kepada Rasul, bahkan saudagar cantik itu  sangat tertarik dengan akhlak terpuji beliau sehingga mempersuntingnya. Al-Amin, artinya orang terpercaya, sebuah label yang melekat pada diri Rasulullah. Kisah lain,  ketika  baatu hitam (hajar aswad) di sekitar ka’bah Baitullah setelah lama  hilang dan ditemukan kembali, setiap kabilah bersaing ingin meletakan kembali batu hitaam tersebut pada tempatnya semula, akhirnya keputusan ada di tangan manusia berbudi agung dan mulia.

Beberapa saat menjelang hijrah Nabi dari mekkah ke Madinah (Yatsrib) Ali Bin Abi Thalib, sahabat Rasul, disuruh mengembalikan barang-barang orang Quraisy yang dititipkan kepada Rasulullah. Ini berkat kejujuran dan amanah Rasulullah. Akhlaknya ini tidak saja dikagumi oleh para sahabatnya tetapi juga diaakui oleh musuh-musuhnya, bahkan Allah pun memuji perangainya.  Sangatlah pantas jika  Rasul diberi gelar al-Amiin (orang terpercaya).

Jujur dalam pergaulan menuai banyak manfaat, diantaranya: hidup menjadi tenang, mudah mendapat pekerjaan, memperbanyak teman, memperoleh kesuksesan, memiliki nama baik dan menjadi contoh bagi orang lain.
Secara teori ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kejujuran. Pertama faktor pribadi, yaitu proses penyadaran  dari dalam terhadap peristiwa  yang telah dan sedang dialamainya. Kedua, faktor  orang lain yang dianggap penting  dapat ikut membentuk  serta memengaruhi sikap seseorang. Ketiga  faktor media masa, seperti televisi, koran, majalah, dan internet berpengaruh sangat  besar terhadap pembentukan sikap. Keempat faktor emosional,  karena sikap seseorang terkadang  merupakan pernyataan berdasarkan kondisi  emosial. 

Bagaimana menerapkan  nilai kejujuran dalam pembelajan di sekolah? Sekolah sebagai pranata sosial dan pendidikan kedua setelah keluarga memiliki tanggungjawab membentuk  karakter peserta didik. Pembentukan karakter  di sekolah diwujudkan dalam penerapan kurikulum yang holistik mencakup nilai-nilai spiritual, sosial pengetahuan dan keterampilan. Pembentukan karakter  disekolah dapat dilakukan  secara langsung atau tidak langsung  dilakukan oleh pendidik  dan terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Semua pendidik dan tenaga kependidikan, tanpa terkecuali,  bertanggung jawab dalam  menumbuh kembangkan nilai-nilai kejujuran di sekolah.

 Misalnya, peserta didik belajar jujur ketika  melaksanakan ulangan atau ujian dengan tidak menyontek dari buku, contekan atau dari teman-temannya. Jika perlu tulis slogan integritas  dalam kertas jawaban, misalnya “Saya mengerjakan ujian dengan jujur”,                 “Menyontek adalah dosa”,  “Allah bersama orang-orang yang jujur” dan sebagainya. 

Latihan jujur ketika di kantin sekolah, misalnya  setiap barang jualan yang ada diberi label harga, peserta didik bisa bertransaksi tanpa ada si penjualnya dengan melihat harga yang tertera dan menyimpan uangnya pada tepat yang telah ditentukan. Di kantin juga terdapat slogan misalnya   ”Indahnya hidup jujur,” “ Allah Maha Melihat, Allah Maha Mendengar, Allah maha Tahu,”  “Hidup Jujur Pasti Mujur”, “Kawasan ini dalam pengawasan malaikat” dan sebagainya.

Buatlah fakta integritas  di kelas dipimpin oleh wali kelasnya pada awal tahun pelajaran dan menempelkannya pada dinding kelas  agar terbaca oleh seluruh peserta didik. Siswa diajari mengelola keuangan kelas merupakan salah satu cara melatih kejujuran.  Biasanya di kelas kerap terjadi kehilangan buku, uang dan barang-barang lainnya.

Menanamkan kejujuran di sekolah utamanya dilakukan melalui pembiasaan dan keteladanan.  Pembiasaan yang baik akan menjadi budaya dan tata nilai yang baik pula.  Demikian pula keteladanan yang baik dari kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, satpam, tenaga kebersihan, peserta didik senior, dapat menumbuhkan karakter peserta didik. Kedua aspek ini  sipatnya mengikat bagi segenap warga sekolah. Jika tidak, maka akan terjadi ketimpangan dalam proses dan hasil pendidikan. 

Menanamkan kejujuran itu dapat dilakukan dari hal yang kecil, secara konsisten  dan  tanggung jawab semua orang. Pendidikaan nilai tidak hanya diajarkan secara teoritis tetapi dilatih, dibiasakan, dimasyarakatkan  sehingga menjadi akhlak. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, mengucapkan salam, meminta maaf ketika melakukan kesalahan, bersikap adil,peduli, emapti, menepati janji, berbicara lemah lembut dan sopan adalah nialia-nilai positif yang harus dibudayakan di sekolah.

Beberapa hal yang  dapat dilakukan oleh guru dalam menanamkan kejujuran  kepada peserta didik melalui instrospeksi, budaya dan  pujian.   Pertama lakukan  instrospeksi terlebih dulu sebelum menghakimi atau menyalaahkan peserta didik, sudah jujurkah guru dalam mendidik, sudah  ikhkas sepenuh hati tanpa ada diskriminasi? materi yang disampaikan sudah sesuai dengan metode yang tepat?  Kedua, ciptakan budaya  berani jujur dalam setiap keadaan dimanapun dan kapanpun.  Ketiga, berikan pujian pujian kepada peserta didik  bukan hanya pada hasil tetapi juga pada usahanya dengan jujur. Berikan teguran  dengan santun  jika ada yang nyontek atau curang, tuliskan pesan edukatif  di kertas ulangannya.

Strategi yang pernah penulis lakukan ketika memberikan ulangan kepada peserta didik. Yaitu sebelum dimulai  atur  tempat duduk  untuk menghindari kerjasama dalam menjawab soal; berikan soal uraian yang menuntut peserta didik berpikir analisis, evaluasi dan kreasi;  awasi mereka dengan ketat jika soalnya mudah atau bentuk pilihan ganda;   buat variasi soal yang berbeda dengan bobot yang sama; dampingi dan catat bila ada hal-hal yang penting; dan berikan teguran jika ada siswa yang menyontek.

Menutup tulisan ini, untuk membangun  negara yang kuat, berkemanusiaan, adil dan  beradab tidak hanya dibutuhkan orang–orang yang berilmu tinggi dan terampil tetapi juga orang–orang yang jujur. Kejujuran diperoleh dari konsistensi pembiasaan, pembudayaan dan keteladanan dalam kegiatan pembelajaran yang menjungjung tinggi nilai-nilai kebijaksanaan..  Wassalam. Wallohu’alam


*Guru IPS MTsN 2 Tasikmalaya, Tinggal di Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. No.HP/WA: 082321085551. Email: aisofah@gmail.com

Followers